Logo Bloomberg Technoz

Aral Nikel RI: Syarat Ketat, Ongkos Meningkat, Produsen ‘Sekarat’

Redaksi
24 December 2024 16:20

Seorang pekerja memegang sepotong bijih nikel dengan campuran mineral dan logam di tambang./Bloomberg-Cole Burston
Seorang pekerja memegang sepotong bijih nikel dengan campuran mineral dan logam di tambang./Bloomberg-Cole Burston

Bloomberg Technoz, Jakarta – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) memperingatkan makin ketatnya persyaratan rendah karbon di pasar komoditas global berisiko memicu gelombang penutupan perusahaan kecil nikel di Tanah Air pada tahun-tahun mendatang.

Sekjen APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan kriteria environmental, social, and governance (ESG) untuk komoditas baterai dan baja nirkarat atau stainless steel—yang merupakan produk derivatif nikel — di berbagai negara sudah kian ketat.

Menurutnya, saat ini makin banyak negara yang ingin memastikan produk yang beredar di wilayahnya dihasilkan dari bahan baku mineral logam yang menerapkan praktik pertambangan rendah emisi karbon.

Tuntutan bagi negara produsen nikel untuk memenuhi persyaratan ESG yang makin ketat tersebut, tegas Meidy, berpotensi mengerek biaya produksi atau cost dari industri nikel dari hulu di tambang hingga hilir di pabrik pengolahan.

“Apapun itu, pasti ada penambahan cost produksi, padahal harga [nikel] bukannya naik, tetapi malah turun. Standar ESG ini bukan hanya ke baterai, tetapi ke seluruh produk manufaktur. Cuma memang persyaratan ini lebih ketat untuk baterai,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, dikutip Selasa (24/12/2024). 

Nikel sulfat dipamerkan di Stan Sungeel Hitech Co di pameran InterBattery di Seoul, Korea Selatan./Bloomberg-SeongJoon Cho