"Harapannya, CoP AI Kementerian Keuangan dapat melahirkan langkah-langkah visioner yang mendukung pengelolaan keuangan negara yang lebih baik ke depannya," kata Anggito.
Pertemuan tersebut menjadi bagian dari upaya Kemenkeu untuk terus beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan memperkuat tata kelola keuangan negara. AI dapat menjadi solusi efektif untuk menghadapi tantangan dalam pengelolaan keuangan negara, mulai dari pengawasan hingga perencanaan yang lebih akurat dan terukur.
Menanggapi hal itu, Ahli Teknologi Informasi (TI) Alfons Tanujaya menilai Kemenkeu harus menyadari risiko penggunaan AI, karena data inti Kemenkeu akan berada di pihak ketiga sebagai pengelola perangkat AI. Terlebih jika operator yang dipilih berasal dari luar negeri.
"Aplikasi AI nya mau pakai buatan siapa? Kalau buatan luar negeri, nanti informasi penting parameter-parameter negara akan masuk basis data pembuat AI itu untuk membantu decision making (pengambilan keputusan)," kata Alfons.
Untuk melakukan rekomendasi berbentuk intervensi, menurut dia, sebenarnya tetap harus diberikan kepada operator yang berpengalaman, apalagi mengelola keuangan negara yang sedemikian penting.
Dia menjelaskan, jika Kemenkeu benar-benar ingin memanfaatkan AI, maka jumlah pegawai akan berkurang drastis, karena ada banyak pekerjaan yang bisa diganti teknologi. "Apakah Kemenkeu sudah siap?"
Dia berpendapat, pada dasarnya mendeteksi penyimpangan keuangan tidak memerlukan AI, melainkan orang yang jujur dan beridealisme tinggi. AI hanya merupakan perangkat. Jadi, jika operator yang menjalankan memiliki idealisme, maka hasilnya akan baik. Sebaliknya, jika bermasalah, maka parameter AI bisa dengan mudah disetel.
“Dalam dunia IT ada istilah GIGO, Garbage Input Garbage Output. Mau secanggih apapun aplikasinya kalau data yang masuk sampah, hasilnya tidak akan optimal,” kata Alfons.
(lav)