Analisis yang menggunakan data dari 128 sumber di 206 negara tersebut menemukan bahwa suhu ekstrem dan perubahan pola iklim berkontribusi terhadap lonjakan penyakit. Sebagian penyakit ini disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit yang ditularkan melalui vektor seperti nyamuk dan kutu.
Suhu yang lebih hangat memungkinkan vektor ini bertahan hidup dan menjangkau wilayah baru. Tahun ini diperkirakan menjadi tahun terpanas dalam catatan sejarah, dengan suhu rata-rata global mencapai 1,62°C di atas level pra-industri pada November, menurut Copernicus Climate Change Service yang didanai Uni Eropa.
Selain itu, menurunnya tingkat imunisasi pasca-pandemi Covid-19 dan munculnya strain baru penyakit juga turut menyebarkan wabah secara lebih luas.
Mpox, versi ringan dan biasanya kurang menular dibandingkan cacar, telah menyebabkan ratusan kematian tahun ini setelah jenis yang lebih parah muncul di Republik Demokratik Kongo. Hal ini mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk kembali menyatakan mpox sebagai darurat kesehatan global. Penurunan tingkat vaksinasi global pasca-pandemi juga memicu kembalinya campak, dengan lonjakan kasus sebesar 380% di AS dan 147% di Eropa.
Airfinity juga menemukan bahwa pergerakan populasi dalam skala besar dan terganggunya kampanye vaksinasi akibat konflik militer menyebabkan kebangkitan kembali polio di Afghanistan dan Pakistan, dua negara endemik terakhir untuk penyakit ini yang sebagian besar menyerang anak-anak.
“Kembalinya penyakit yang dapat dicegah dan penyakit yang sensitif terhadap iklim menyoroti pentingnya langkah pencegahan sekaligus inovasi dalam menangani penyakit,” kata Kristan Piroeva, analis di Airfinity. Ia juga menyerukan pentingnya berbagi data global, pengawasan tren, dan respons kesehatan masyarakat yang terkoordinasi.
(bbn)