“Jadi kemampuan pertumbuhannya kurang bagus. Selain itu, mungkin juga timing-nya mendekati akhir tahun, sehingga itu juga melengkapi semua problema yang sekarang ini [fee-nya] sedang anjlok. Penyebabnya kira-kira itu,” terangnya.
Indonesia sendiri memiliki setidaknya dua proyek smelter katoda tembaga, yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).
Smelter milik Freeport dengan nilai investasi Rp56 triliun dirancang untuk mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga guna menghasilkan 600.000—700.000 ton katoda per tahun.
Fasilitas ini berlokasi di Manyar, Gresik, Jawa Timur sekaligus dirancang sebagai smelter katoda tembaga single line dengan kapasitas terbesar di dunia.
Sementara itu, smelter punya Amman berlokasi di Kabupaten Sumbawa barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Smelter dengan nilai investasi Rp21 triliun itu memiliki total kapasitas input konsentrat tembaga sebanyak 900.000 ton untuk menghasilkan 220.000 ton katoda. Pabrik ini ditargetkan mulai beroperasi pada kuartal I-2025.
Untuk diketahui, perusahaan smelter biasanya memperoleh sebagian besar keuntungan mereka dari biaya atau fee pemrosesan yang dipotong dari biaya konsentrat, atau bijih yang sebagian diproses yang mereka beli dari para penambang.
Industri biasanya menyetujui patokan untuk biaya perawatan dan pemurnian (TC/RC) pada kuartal keempat setiap tahun.
Biaya tersebut digunakan sebagai referensi untuk kontrak pasokan jangka panjang, sementara penjualan ad hoc lainnya sepanjang tahun diberi harga berdasarkan kondisi pada saat itu.
Peningkatan tekanan pada pasokan bijih tembaga telah menyebabkan kesenjangan yang lebar antara patokan tahun lalu—yang ditetapkan sebesar US$80 per ton bijih dan 8 sen per pon logam yang terkandung — dan ketentuan yang disetujui dalam transaksi spot.
Situasinya telah berkembang sedemikian parah, sehingga biayanya berubah menjadi negatif.
Pedagang dan pengusaha smelter telah membayar lebih banyak untuk bijih tembaga daripada tembaga yang terkandung di dalamnya yang akan diperoleh setelah diproses, situasi yang sangat tidak biasa.
Dalam jajak pendapat yang melibatkan lebih dari dua lusin penambang, pedagang, dan peleburan pada Oktober; responden yang memberikan perkiraan mengatakan bahwa patokan tersebut kemungkinan akan disepakati antara US$20 dan US$40 per ton dan 2 sen hingga 4 sen per pon.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)