Logo Bloomberg Technoz

Namun, selain giro, produk DPK lain seperti tabungan dan deposito yang mencakup 70% dari total dana masyarakat di bank, sama-sama melambat pertumbuhannya bulan lalu.

Tabungan hanya tumbuh 6,6% setelah bulan sebelumnya naik 7,5%. Sementara deposito malah cuma tumbuh 4,3%, setelah pada Oktober masih naik 5,2%. 

Per akhir November, total nilai tabungan masyarakat di bank, baik nasabah korporasi maupun perorangan, mencapai Rp8.534,8 triliun. Proporsi dana nasabah korporasi mencapai 47%. 

Sedangkan proporsi dana nasabah individu di perbankan setara dengan 47,5%. Adapun nasabah lain, termasuk Pemerintah Daerah, Koperasi dan Yayasan dan swasta lain, proporsinya mencapai 5,42%.

Perorangan Kurangi Tabungan

Bila melihat perkembangan dana masyarakat di bank berdasarkan kategori nasabah, terlihat bahwa kelesuan pertumbuhan terutama terjadi di kalangan nasabah perorangan. 

Pada November lalu, nilai dana nasabah individu di bank terkontraksi (tumbuh negatif) 1,1%. Padahal pada Oktober lalu, masih tumbuh 0,6%.

Pengunjung di restoran cepat saji Texas Chicken di Jakarta, Jumat (18/8/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Penurunan terutama terjadi di produk giro dan deposito, masing-masing terkontraksi 29,1% dan 6,4%, lebih buruk dibanding bulan sebelumnya. Pada Oktober, kontraksi pertumbuhannya tercatat 25,8% untuk giro perorangan dan 3,5% untuk deposito indivdu.

Kontraksi yang lebih dalam ketimbang bulan sebelumnya, mengindikasikan para nasabah individu semakin banyak yang mencairkan simpanannya di bank atau tidak memperpanjang tenor (rollover) dana mereka.

Sedangkan di produk tabungan, nasabah perorangan hanya mencatatkan pertumbuhan 5%, melambat dibanding Oktober 5,8%.

Per akhir November, nilai tabungan di perbankan mencapai Rp2.480,1 triliun. Sedangkan di deposito nilainya mencapai Rp1.413,8 triliun.

Total nilai dana masyarakat yang termasuk nasabah perorangan mencapai Rp4.059,2 triliun, termasuk nasabah Pemerintah Daerah, Yayasan, Koperasi, dan lain sebagainya.

Belanja Stagnan

Nilai dana perorangan di perbankan yang makin susut kemungkinan dialami oleh kalangan konsumen bawah (nilai pengeluaran Rp1 juta-Rp2 juta), menengah bawah (nilai pengeluaran Rp2,1 juta-Rp3 juta), serta konsumen atas (nilai pengeluaran di atas Rp5 juta).

Pada November, tiga kelas konsumen itu mencatat penurunan alokasi pendapatan yang ditabungkan terutama konsumen kelas atas. Bahkan pada konsumen menengah bawah, penurunan alokasi tabungan juga diikuti oleh penurunan alokasi pendapatan untuk konsumsi.

Nilai tabungan yang terus terkikis membayangi prospek belanja akhir tahun yang terindikasi melambat pada awal Desember.

Mengacu laporan Kantor Kepala Ekonom Bank Mandiri, belanja masyarakat tumbuh melambat jelang libur Natal dan Tahun Baru 2024.

Mandiri Spending index (MSI) pada awal Desember, belanja masyarakat ada di level 225, relatif sama dengan awal November 223,4 dan awal Oktober 226. Akan tetapi, bila menghitung sepanjang kuartal IV-2024 yaitu Oktober-Desember berjalan, rata-rata pertumbuhan mingguan MSI hanya sebesar 0,1%, lebih rendah dibanding kuartal IV-2023 yang rata-ratanya 0,7%.

"Dari pola tahun-tahun sebelumnya, belanja di periode Nataru baru akan meningkat pada pekan kedua Desember hingga Januari," jelas ekonom Bank Mandiri, dalam publikasi yang dilansir 13 Desember lalu.

Pertumbuhan belanja di Pulau Jawa dan Bali, Nusa Tenggara, terkontraksi pada kuartal IV hingga awal Desember. Penurunan di Bali dan Nusa Tenggara, menurut ekonom, terkait dengan pola musiman kunjungan wisatawan asing yang turun selama awal kuartal IV hingga awal Desember.

Sedangkan di Pulau Jawa, terjadi kontraksi pertumbuhan mingguan sebesar 0,5% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 1,6%. "Itu mengindikasikan melambatnya tingkat belanja di Jawa," kata riset tersebut.

Warga mencari pernak-pernik natal di pasar Asemka, Jakarta, Rabu (18/12/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Kajian Bank Mandiri juga menemukan, masyarakat melakukan adaptasi konsumsi. "Menghadapi tantangan daya beli, salah satu hal yang dilakukan oleh masyarakat adalah mengurangi intensitas belanja di luar rumah. Kami mengamati fenomena less dining out dan more eating in telah terjadi sejak pertengahan tahun lalu," kata ekonom.

Fenomena itu terlihat dari proporsi belanja restoran, sebagai proxy dining out, terus melambat dari posisi tertinggi pada Juni 2023 sebesar 21,2%. Pada November, angkanya 17,8%.

Pada saat yang sama, belanja kebutuhan makan dan minuman sebagai cerminan eating in terus meningkat dari akhir 2022 yaitu 10,1% menjadi 21,1% pada bulan lalu.

"Tren ini lebih terlihat di kelompok bawah dan menengah dibanding kelompok atas. Ke depan, kebijakan menjaga daya beli kelompok bawah dan menengah sangat krusial untuk menopang aktivitas konsumsi masyarakat tetap terjaga," kata tim ekonom Bank Mandiri.

(rui/aji)

No more pages