Valuasi adalah proses untuk menentukan nilai suatu perusahaan atau aset. Valuasi juga dilakukan dengan mengukur semua komponen yang saling berkaitan, seperti manajemen keuangan dan performa ekonomi.
Valuasi penting untuk mengambil keputusan bisnis, menarik minat investor, membuat keputusan keuangan yang bijak, hingga menentukan harga yang adil dan objektif.
Selain itu, valuasi dilakukan secara berkala karena keadaan ekonomi suatu perusahaan pasti berbeda di setiap periodenya. Hasil perhitungan valuasi berupa angka keuangan yang biasanya diumumkan ke publik.
Dengan demikian, valuasi yang dilebih-lebihkan ini menciptakan ekspektasi yang tidak realistis, sehingga banyak perusahaan akhirnya gagal memenuhi target yang mereka tetapkan sendiri.
"Pada dasarnya, sebagian besar valuasi startup ini hanya dibuat-buat, dan orang terakhir yang memegangnya akan merugi, entah itu VC berikutnya atau investor ritel di IPO."
"Masalah dengan penipuan mungkin tersebar luas karena target yang tidak pernah bisa dicapai secara realistis. Semua orang hanya berharap mereka [startup] bisa terus melanjutkannya sampai benar-benar berhasil, tetapi itu bukan cara kerja bisnis di dunia nyata." terangnya.
Kasus penipuan yang melibatkan startup teknologi pertanian di Indonesia tentunya telah menimbulkan kekhawatiran mengenai transparansi dan integritas dalam ekosistemnya.
Mengutip dari berbagai sumber mengenai kasus fraud atau tindakan penipuan yang disengaja untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau merugikan orang lain, pada 2021, Tanijoy --sebuah startup P2P lending di sektor pertanian, diduga menggelapkan dana sekitar Rp4 miliar dari 400 pendana (lender).
Salah satu korban bahkan mengungkapkan dana yang diinvestasikan untuk proyek pertanian tidak dikembalikan sesuai jadwal, dan komunikasi dengan pihak Tanijoy terputus.
Pada Desember 2024 ini, eFishery --startup di bidang akuakultur, menghadapi isu serius ketika CEO dan pendirinya, Gibran Huzaifah, diminta mundur oleh investor. Langkah ini diambil setelah dugaan penyelewengan dana dan laporan kinerja keuangan yang tidak akurat mencuat.
Selain Gibran, Chief Product Officer (CFO) Chrisna Aditya juga dibebastugaskan sementara. Perusahaan kemudian menunjuk Adhy Wibisono sebagai Interim CEO dan Albertus Sasmitra sebagai Interim CFO.
"Keputusan diambil bersama shareholder perusahaan, sebagai wujud komitmen untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik," tulis perusahaan dilansir Kamis (19/12/2024).
"Kami memahami keseriusan isu yang sedang beredar saat ini dan kami menanggapinya dengan perhatian penuh. Kami berkomitmen untuk menjaga standar tertinggi dalam tata kelola perusahaan dan etika dalam operasional perusahaan."
(ain)