Saham-saham kesehatan, saham konsumen non primer, dan saham infrastruktur jadi yang tertinggi kenaikannya pada hari ini, menguat mencapai 2,78%, 2,57%, dan 1,75%. Selanjutnya saham keuangan menguat hingga 1,44%.
Saham-saham yang menguat dan menjadi top gainers di antaranya PT Dua Putra Utama Makmur Tbk (DPUM) yang melesat 35%, PT Voksel Electric Tbk (VOKS) melonjak 34,6%, dan juga PT Agro Yasa Lestari Tbk (AYLS) melejit 34,6%.
Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Sekar Bumi Tbk (SKBM) yang jatuh 25%, PT Dosni Roha Indonesia Tbk (ZBRA) ambruk 14%, dan PT Sona Topas Tourism Industry Tbk (SONA) anjlok 12,8%.
Sepanjang perdagangan hari ini, sejumlah Bursa Saham Asia kompak bergerak menghijau. Dipimpin oleh Weighted Index (Taiwan), menyusul PSEI (Filipina), SETI (Thailand), Kospi (Korea Selatan), NIKKEI 225 (Tokyo), Topix (Jepang), Straits Time (Singapura), Hang Seng (Hong Kong), SENSEX (India), Ho Chi Minh Stock Exchange (Vietnam), KLCI (Malaysia), dan CSI 300 (China), yang masing-masing berhasil menguat 2,64%, 2,01%, 1,60%, 1,57%, 1,19%, 0,92%, 0,87%, 0,82%, 0,64%, 0,42%, 0,30%, dan 0,15%.
Adapun Bursa Saham Asia terpapar gerak positif yang menghijau dengan yang terjadi di New York. Pada perdagangan sebelumnya, 3 indeks utama di Wall Street kompak finish di zona penguatan.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menetap di zona hijau dengan kenaikan 1,18% dan juga S&P 500 yang menguat 1,09%. Lebih unggul, Nasdaq Composite berhasil menguat mencapai 1,03%.
Indeks saham Asia mengikuti arah kenaikan yang terjadi di Wall Street setelah terbitnya data inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) Amerika Serikat, data tersebut menghasilkan angka yang lebih rendah ketimbang ekspektasi, memberi kelegaan yang dibutuhkan investor.
Data Pengeluaran Konsumsi Pribadi AS mencatat pertumbuhan paling lambat sejak Mei.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, acuan inflasi inti yang menjadi tolok ukur Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) menunjukkan hasil yang terkendali pada bulan November.
Ini merupakan sebuah langkah positif bagi pembuat kebijakan yang berencana memangkas suku bunga lebih lanjut pada 2025.
Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi Inti (Personal Consumption Expenditures Price Index/PCE), yang tidak mencakup barang makanan dan energi, meningkat 0,1% dibandingkan bulan Oktober dan 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya, menurut data dari Biro Analisis Ekonomi (Bureau of Economic Analysis/BEA). Adapun perolehan bulanan ini adalah yang terendah sejak Mei.
Angka-angka tersebut diharapkan dapat meredakan kekhawatiran di kalangan pejabat The Fed mengenai prospek inflasi setelah mereka mempublikasikan perkiraan terbaru pada Rabu sebelumnya.
“Data inflasi inti PCE AS untuk November yang lebih rendah dari perkiraan menunjukkan bahwa The Fed mungkin terlalu pesimis terhadap inflasi,” tulis Shane Oliver, Kepala Strategi Investasi dan Kepala Ekonom di AMP Ltd, dalam catatannya kepada klien.
Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, penguatan ini didorong oleh data ekonomi yang solid. PCE Price Index meningkat 10 bps menjadi 2,4% YoY di November, namun lebih rendah dari ekspektasi pasar (2,5% YoY).
Dengan Core PCE Price Index tetap sama 2.8% YoY di November.
(fad/wep)