Logo Bloomberg Technoz

“Kita harus aware, baterai itu enggak boleh habis sangat amat. Enggak kayak bensin, kalau habis ya sudah mogok, masih bisa didorong. Coba kalau baterai,” ujarnya.

Untuk itu, dia menyebut sosialisasi penggunaan baterai juga tidak kalah penting dalam mempercepat adopsi EV.

“Baterai ini kalau meledak, enggak bisa dipadamkan. Dia habis dengan sendirinya. Nah, bagaimana sosialisasi dan infrastruktur mengenai EV dijalankan dahulu. Masih banyak orang awam soal ini di Indonesia.”

Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan EV di tingkat wholesales pada November 2024 mencapai 4.730 unit, naik tipis dari bulan sebelumnya sebanyak 4.329 unit.

Secara kumulatif, penjualan EV  di Indonesia sepanjang Januari—November 2024 mencapai 32.277 unit, melesat hampir dua kali lipat dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 17.060 unit.

Sumber: McKinsey & Company

Pernyataan Meidy selanggam dengan hasil riset dari McKinsey & Company berjudul McKinsey Mobility Consumer Pulse yang dilansir medio tahun ini. Riset itu mengungkapkan sebanyak 29% pemilik mobil listrik mempertimbangkan untuk kembali ke mobil berbahan bakar minyak (BBM0 tradisional.

Survei tersebut melibatkan lebih dari 3.000 responden di 15 negara yang mencakup lebih dari 80% penjualan mobil dunia.

Negara dengan responden terbanyak yang menjawab ingin kembali ke mobil BBM adalah Australia, dengan 49%, disusul oleh Amerika Serikat atau AS (46%), dan Brasil (38%).

Alasan tertinggi bagi mereka yang ingin kembali ke mobil BBM adalah fasilitas pengisian listrik yang belum memadai (35%). Lainnya adalah biaya perawatan yang mahal (34%) dan kesulitan berkendara dalam jarak jauh (32%).

“Situasi ekonomi terkini juga sangat mempengaruhi pembelian mobil,” sebut riset McKinsey.

Dengan kondisi ekonomi saat ini, seperti inflasi yang tinggi, membuat konsumen melakukan penyesuaian, termasuk dalam keputusan membeli mobil listrik.

Terungkap bahwa sebanyak 44% responden memutuskan untuk menunda beralih ke mobil listrik. Sementara itu, 58% responden memilih untuk terus menggunakan mobil yang sudah dimiliki.

Bagi pemilik mobil BBM, sebagian besar masih tidak ingin beralih ke mobil listrik. Namun, persentasenya memang kian menyusut.

Alasan yang paling utama adalah harga mobil listrik yang terlampau mahal (45%), diikuti oleh sulitnya pengisian daya (33%), dan jarak tempuh (29%).

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages