Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, mayoritas mata uang Asia dibuka menguat dipimpin oleh baht yang naik nilainya 0,49%, ringgit 0,33%, dolar Singapura 0,07%, yuan offshore 0,05%, dolar Hong Kong 0,04%. Adapun yen dan won Korsel masih tertekan tipis 0,08% dan 0,03%.
Bursa saham Asia juga dibuka optimistis menyusul hijaunya kembali indeks saham di Wall Street pada Jumat lalu. Indeks Kospi pagi ini bergerak menguat 0,44%, sedangkan Nikkei Jepang juga naik 0,7%.
Hari ini, para investor menunggu rilis beberapa data ekonomi dari berbagai negara. Perkembangan uang beredar bulan November akan dirilis oleh Bank Indonesia.
AS juga akan melaporkan kinerja penjualan durable goods dan tingkat keyakinan konsumen, bila ancaman shutdown tidak membuat jadwalnya tertunda. Inggris juga akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 untuk pembacaan final.
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi bangkit dan menguat dalam kisaran sempit, melanjutkan tren rebound dari perdagangan sebelumnya.
Rupiah berpotensi menguat hari ini menuju resistance terdekat pada level Rp16.150/US$ yang kemudian resistance potensial selanjutnya Rp16.100 hingga Rp16.080/US$ sebagai level paling optimis penguatan rupiah dalam tren jangka pendek atau hingga sepekan perdagangan.
Adapun nilai rupiah memiliki level support psikologis pada level Rp16.200 dan Rp16.240/US$. Apabila level ini berhasil tembus, maka mengkonfirmasi laju support selanjutnya pada level Rp16.300/US$ dalam jangka menengah (Mid-term).
Ratusan triliun hadang dolar AS
Sepanjang pekan lalu, bank sentral di seluruh dunia melalui pekan yang sangat sibuk dengan ratusan triliun mungkin telah digelontorkan demi menghadang kejatuhan mata uang lokal dari amukan dolar AS.
Bank sentral Brasil, misalnya, dilaporkan mengucurkan sekitar US$17 miliar untuk menahan mata uang real agar tak semakin amblas. Sementara Bank Indonesia tidak mengungkap nilai intervensi secara pasti walau sepanjang pekan lalu berjaga di pasar ketika rupiah sempat menyentuh Rp16.305/US$, terlemah sejak Juli lalu.
Dalam laporan operasi moneter BI memakai tiga instrumen terbaru, BI tercatat menjual Sekuritas Rupiah (SRBI) dalam lelang Jumat senilai Rp10 triliun, lalu Sekuritas Valas (SVBI) senilai US$ 515 juta pada 17 Desember dan Sukuk Valas (SUVBI) senilai US$ 140 juta pada 11 Desember lalu.
Tekanan yang dialami rupiah tak lain karena arus keluar modal asing yang meningkat dengan cepat. Laporan BI menunjukkan, berdasarkan data transaksi 16-19 Desember lalu, investor asing di pasar domestik mencatatkan posisi jual neto senilai Rp8,81 triliun.
Angka itu terdiri atas jual neto sebesar Rp3,67 triliun di pasar saham, Rp4,43 triliun di pasar SBN, dan Rp710 miliar di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Alhasil, selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen hingga 19 Desember 2024, nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp17,45 triliun di pasar saham, Rp37,81 triliun di pasar SBN dan Rp171,97 triliun di SRBI.
Pada semester-II 2024, nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp17,10 triliun di pasar saham, Rp71,77 triliun di pasar SBN dan Rp41,62 triliun di SRBI.
(rui)