Darmaningtyas berpendapat, begitu pelanggan Transjakarta dipaksa pindah ke MRT karena layanan Koridor 1 dihapuskan, mereka akan pindah ke sepeda motor dan hal tersebut kontraproduktif dengan upaya pemerintah memacu penggunaan kendaraan umum.
Kedua, dari sisi tarif, dia mengatakan MRT jelas jauh lebih mahal karena tarifnya ditentukan berdasarkan jarak tempuh.
Saat ini saja, tarif MRT jurusan Lebak Bulus—Bunderan HI mencapai Rp14.000, sedangkan Transjakarta hanya Rp3.500.
“Seandainya pada 2027 tarif Transjakarta naik menjadi Rp5.000, akan tetap jauh lebih murah dibandingkan dengan tarif MRT dari Lebak Bulus sampai Kota yang mungkin bisa mencapai Rp30.000. Dengan tarif sebesar itu, jelas tidak mungkin terjangkau oleh pengguna Transjakarta. Tarif itu terjangkau bagi pengguna mobil pribadi,” paparnya.
Pindahkan Mobil
Darmaningtyas menilai semestinya Dinas Perhubungan Daerah Khusus Jakarta (Dishub DKJ) bukan berpikir menghapus layanan Transjakarta Koridor 1, tetapi bagaimana memindahkan pengguna mobil pribadi ke angkutan umuml; khususnya MRT.
“Kebijakan-kebijakan yang sudah lebih dari 15 tahun digodok dan dikaji, seperti misalnya tarif parkir tengah kota yang mahal, tidak boleh parkir di badan jalan, dan harga BBM untuk kendaraan pribadi yang mahal, saatnya untuk diimplementasikan,” tegasnya.
“Kalau menghapus layanan Koridor 1 jelas bukan kebijakan yang cerdas, dan bertentangan dengan pembangunan MRT itu sendiri yang sejak diwacanakan untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi, bukan memindahkan pengguna angkutan umum lainnya”.
Ketiga, dari sisi pola perjalanan, pengguna Transjakarta berbeda karakter dengan MRT. Pelanggan Koridor 1 dinilai sudah mengalami pergeseran dengan 21 tahun silam saat koridor tersebut pertama kalinya dioperasikan untuk rute Blok M—Kota.
Saat itu, menurut Darmaningtyas, sebagian pelanggan dari Blok M banyak naik dari Halte Ratu Plaza (Bunderan Senayan) sampai dengan Monas, dan banyak turun mulai dari Halte Dukuh Atas hingga Harmoni.
Demikian pula pada saat jam sibuk sore hingga petang hari, pelanggan terbanyak mulai naik dari Halte Harmoni hingga Bunderan Senayan, dan turun di Blok M.
Sekarang, dengan adanya pengembangan koridor, termasuk Koridor 13 dan pengembangan rute Transjakarta, Koridor 1 telah menghubungkan layanan dengan Koridor 2, 3, 4, 6, 8, 9, 12,13, dan layanan sejumlah rute non koridor, seperti 1A (Balai Kota—Pantai Maju), 1C (Blok M—Pesanggrahan), 1E (Blok M—Pondok Labu), 1N (Blok M—Tanah Abang), 1P (Blok M—Senen), 1Q (Blok M—Rempoa), 3H (Jelambar—Kota), 4K (Kejaksaan—Pulogadung), 5A (Ragunan—Balai Kota via Kuningan), 6B (Ragunan—Balai Kota via Semanggi), 6M (Blok M—Stasiun Manggarai), 6U (Blok—Pasar Minggu via Mampang), 6V (Ragunan—GBK), 7B (Blok M—Kampung Rambutan), 8C (Kebayoran Lama—Tanah Abang), 8D (Blok M—Joglo), 8E (Blok M—Bintaro), T22 (Kejaksaan—Ciputat), Jak 31 (Blok M—Andara), serta Jak 102 (Blok M—Lebak Bulus).
Mereka yang dari Kawasan Sudirman—Thamrin hingga Medan Merdeka yang akan menggunakan layanan LRT Jabodebek juga dapat menggunakan layanan TJ Koridor 1 lalu turun di Halte Dukuh Atas atau Bunderan HI Astra untuk selanjutnya naik Koridor 6, 6A, dan 6B.
Adapun, pelanggan yang akan menggunakan layanan KCI dapat turun di Halte Tosari atau Dukuh Atas lalu jalan kaki.
“Melihat jaringan rute Koridor 1 yang begitu banyak dan luas, maka penghapusan layanan Koridor 1 adalah suatu kesalahan yang amat fatal,” ujarnya.
Sebelumnya, santer pemberitaan bahwa Kepala Dishub DKJ Syafrin Liputo berwacana mengalihkan rute atau menghapus rute Transjakarta Kordidor 1 lantaran bersinggungan dengan rute MRT Lebak Bulus—Kota.
Pengalihan rute Transjakarta Koridor 1 tersebut belum akan dilakukan dalam waktu dekat, tetapi kabarnya baru akan diimplementasikan setelah proyek MRT Fase 2 dan MRT beroperasi penuh sampai dengan Kota, yang ditargetkan sekitar 2029.
(wdh)