Adapun, kewenangan Presiden Indonesia dalam memberikan amnesti dan abolisi memang termaktub dalam Pasal 14 Undang-undang Dasar 1945, di mana beleid itu menyatakan Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
Namun, pemberian amnesti juga dapat dibatasi dengan berbagai pertimbangan antara lain; dengan mengecualikan pidana tertentu seperti kejahatan kemanusiaan yang serius, pengecualian terhadap orang tertentu seperti pemimpin atau aktor intelektual dan berdasarkan perbuatan tertentu seperti pengungkapan informasi atau kebenaran.
Hal itu sebagaimana termaktub dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Tahun 2022.
Kendati demikian, UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi menyatakan Presiden memberi amnesti dan abolisi setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman atau saat ini Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
Di sisi lain, abolisi adalah hak presiden untuk menghentikan proses hukum terhadap suatu perkara yang dianggap tidak perlu dilanjutkan. Abolisi dapat menghapus seluruh putusan pengadilan, atau bahkan menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara yang belum divonis pengadilan.
Seperti Amnesti, Abolisi juga merupakan hak prerogarif Presiden. Sesuai Undang-undang nomor 2 tahun 2028, khususnya Pasal 71 huruf i, presiden harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat untuk memberikan abolisi terhadap suatu perkara.
Konsekuensi UNCAC
Yusril mengatakan, kebijakan pengampunan para koruptor adalah konsekuensi atas ratifikasi terhadap United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang menempatkan pemeberantasan korupsi lebih kuat pada pencegahan dan pemulihan kerugian negara.
Kebijakan pengampunan pun akan memiliki payung hukum yang kuat melalui revisi Undang-undang Tipikor yang disesuaikan dengan isi UNCAC.
"Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan Konvensi tersebut. Namun kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya," kata Yusril dikutip Jumat (20/12/2024).
Saat ini, Kemenko Humham Impas tengah mengkaji sejumlah syarat khusus yang akan diberikan pada program amnesti dan abolisi kasus korupsi.
(azr/frg)