Meski pada perdagangan terakhir pekan lalu berhasil menguat, rupiah nyatanya masih membukukan pelemahan mingguan sebesar 1,23%.
Catatan itu menjadi kinerja mingguan terburuk rupiah sejak Oktober lalu.
Kinerja buruk itu juga menempatkan rupiah sebagai valuta dengan pelemahan terdalam ketiga di Asia sepekan ini, setelah yen Jepang yang turun 1,95% dan ringgit 1,25%.
Arus keluar modal asing dari pasar keuangan Indonesia mencapai sedikitnya Rp8,8 triliun selama periode transaksi 16-19 Desember lalu, menurut laporan bank sentral. Nilai capital outflow itu terdiri atas jual neto investor nonresiden di pasar saham sebesar Rp3,67 triliun, lalu sebesar Rp4,43 triliun di pasar SBN dan Rp710 miliar dari SRBI.
Kejatuhan rupiah yang tajam tak sendirian. Hampir semua mata uang emerging market di seluruh dunia berjatuhan gara-gara indeks dolar AS.
Indeks mata uang pasar negara berkembang, MSCI Emerging Market menuju capaian kinerja kuartalan terburuk dalam dua tahun terakhir, seperti dicatat oleh Bloomberg News.
Sejak akhir September, indeks sudah turun 3,3% year-to-date dipimpin oleh real Brasil, forint Hungaria dan peso Chili.
Bank-bank sentral di seluruh dunia menghabiskan miliaran dolar AS untuk menahan kejatuhan mata uang mereka, tak terkecuali Bank Indonesia.
Di Brasil, bank sentral negeri Samba terindikasi menghabiskan sedikitnya US$17 miliar dalam sepekan terakhir untuk mengintervensi pasar demi menahan kejatuhan mata uang real, menurut laporan Bloomberg.
Sementara BI berulang kali para pejabatnya menyatakan akan dengan berani masuk ke pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah demi membangun kepercayaan pasar.
Di Eropa, bank sentral Hungaria bahkan mengerek suku bunga pada tender swap mata uang asing untuk menenangkan pasar.
"Sulit untuk melawan dolar AS yang kuat," kata Christopher Wong, Strategist OCBC di Singapura.
"Intervensi dalam lingkungan seperti itu hanya dapat memperlambat laju depresiasi mata uang. Meski demikian, bank sentral mungkin masih harus menggunakan campuran alat intervensi verbal dan aktual," kata analis.
Dalam pernyataan kemarin, BI kembali mengulangi bahwa mereka ada di pasar dengan intervensi yang berani.
"Kami akan menjaga rupiah dengan berani untuk membangun kepercayaan pasar," kata Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto.
Intervensi dilakukan di pasar spot, pasar NDF domestik serta pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Selain menggeber triple intervention, BI juga melanjutkan upaya menaikkan suplai dolar AS melalui lelang instrumen penarik hot money, yaitu Sekuritas Rupiah (SRBI).
Dalam lelang rutin Jumat lalu, minat investor di SRBI menurun sekitar 30% dengan permintaan bunga diskonto jauh lebih tinggi.
Alhasil, BI hanya menerbitkan Rp10 triliun karena sepinya penawaran yang masuk di tengah permintaan yield yang melesat hingga menyentuh 7,35%.
(rui)