Badai Matahari 2025 & Dampaknya ke Bumi, Internet Bisa Down?
Pramesti Regita Cindy
20 December 2024 18:10
Bloomberg Technoz, Jakarta - Badai magnet, atau yang sering disebut dengan Badai Matahari adalah gangguan sementara akibat gelombang kejut akibat gngin matahari dan atau awan medan magnet yang berinteraksi dengan medan magnet Bumi. Peristiwa ini merupakan siklus 10-11 tahun dan wajar terjadi.
Meski demikian, siklus aktivitas matahari yang berlangsung sekitar 11 tahun sekali, saat ini justru tengah memasuki fase puncaknya, atau dikenal sebagai Solar Maximum.
Selain itu, siklus aktivitas matahari pada 2025 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Juli 2025, dengan puncak 115 bintik matahari.
Mengutip dari berbagai sumber, berikut ciri-ciri dari badai matahari:
1. Peningkatan Bintik Matahari:
Badai Matahari sering diawali dengan munculnya bintik matahari, yaitu area gelap pada permukaan matahari yang menandakan aktivitas magnetik intens. Jumlah bintik ini meningkat seiring dengan puncak siklus Matahari.
2. Suar Matahari (Solar Flares):
Ledakan energi yang kuat dari permukaan matahari, dapat memancarkan radiasi elektromagnetik dalam jumlah besar. Suar ini dapat mencapai bumi dalam waktu sekitar 8 menit, memengaruhi lapisan ionosfer dan mengganggu komunikasi radio.
3. Lontaran Massa Korona (CME):
Pelepasan plasma dan medan magnet dari korona matahari ke angkasa. Jika CME mengarah ke Bumi, dapat menyebabkan badai geomagnetik yang memengaruhi medan magnet bumi.
Adapun dampak badai matahari terhadap bumi yaitu:
- Gangguan pada Sistem Komunikasi dan Navigasi:
Radiasi dari suar matahari dapat mengionisasi lapisan ionosfer Bumi, sehingga menyebabkan gangguan pada sinyal radio frekuensi tinggi dan navigasi berbasis satelit seperti GPS.
- Kerusakan pada Satelit:
Partikel energi tinggi dari CME dapat merusak komponen elektronik satelit, mengurangi umur operasional, atau bahkan menyebabkan kegagalan total.
Berdasarkan BMKG, skala kekuatan badai geomagnetic ada 5 jenis yaitu G1, G2, G3, G4, G5.
-
- G1 (minor) gangguan lemah pada jaringan listrik terutama di wilayah lintang tinggi, kemungkinan gangguan minor pada sistem satelit.
- G2 (moderate) gangguan pada jaringan listrik di wilayah lintang tinggi, badai dalam durasi yang lama bisa menyebabkan kerusakan pada trafo. Koreksi pada orientasi satelit.
- G3 (strong) koreksi tegangan kemungkinan terjadi. Pergeseran pada satelt dengan orbit rendah.
- G4 (severe) meluasnya masalah pada control tegangan. Koreksi pada orientasi sistem satelit, navigasi satelit terganggu hingga beberapa jam, navigasi radio frekuensi rendah terganggu.
- G5 (extreme) menyebabkan kerusakan pada jaringan listrik, kerusakan pada trafo, gangguan pada sistem satelit hingga beberapa hari, navigasi radio frekuensi rendah menghilang dalam beberapa jam.
- Aurora:
Reaksi partikel matahari dengan medan magnet bumi dapat menghasilkan aurora atau cahaya utara/selatan yang terlihat di wilayah dekat kutub. Selama badai yang kuat, aurora dapat terlihat di lintang yang lebih rendah dari biasanya.
Pusat Prediksi Cuaca Antariksa (NOAA) sebelumnya juga telah mempublikasikan suar R3-dengan level kuat-terjadi pada Kamis 3 Oktober 2024 pukul 13.10 UTC (zona waktu yang dihitung berdasarkan standar jam atom).
"Prakirawan dari SWPC [Space Weather Prediction Center] mengeluarkan badai Gemagnetic pada 4 hingga 6 Oktober karena adanya sepasang lontaran massa korona yang diperkirakan akan tiba dalam tiga hari UTC ke depan," dilaporkan NOAA.
Meski begitu, di Indonesia sendiri dampak besar dari fenomena ini jarang terjadi terlebih sampai pada mengganggu sistem telekomunikasi yang terhubung internet. Serta komunikasi berbasis radio selama periode badai matahari tersebut.
Namun dampaknya tidak akan sebesar wilayah tinggi seperti daerah sekitar kutub Bumi.
"Salah satu dampak adalah adanya gangguan pada sistem komunikasi berbasis satelit dan sistem GPS," sebut BMKG.