Ketegangan yang kembali memanas di Taiwan ini terjadi di saat yang sensitif, menjelang masa akhir jabatan Presiden AS Joe Biden, yang berulang kali menegaskan akan membela demokrasi Taiwan dari invasi China. Namun, kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih bulan depan menimbulkan ketidakpastian atas jaminan tersebut, menambah kerumitan pada salah satu sumber utama ketegangan antara dua kekuatan nuklir terbesar dunia. Trump telah menunjuk sejumlah tokoh yang dikenal tegas terhadap China di posisi kunci, yang oleh para pemimpin Taiwan diartikan sebagai bentuk dukungan AS yang berlanjut.
KMT, yang mendukung hubungan lebih erat dengan China, sedang mencoba mendorong tiga amandemen pada Jumat yang menurut pendukung Lai bertujuan melemahkan pemerintahannya. Amandemen tersebut meliputi pengurangan porsi pendapatan pajak untuk pemerintah pusat, memperketat proses pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi, serta mempersulit upaya pemakzulan pejabat terpilih. KMT berdalih bahwa perubahan ini merupakan reformasi yang sangat diperlukan.
Meskipun oposisi berhasil meloloskan amandemen tersebut di tengah kekacauan di ruang sidang, rancangan undang-undang itu tidak akan langsung menjadi hukum. Lai memiliki kewenangan untuk mengembalikan perubahan itu ke legislatif sekali lagi, meskipun kemungkinan besar oposisi akan menyetujui mereka kembali.
Meski kemenangan Lai dalam pemilu Januari lalu memastikan DPP tetap memegang kursi kepresidenan, partainya kehilangan mayoritas di legislatif. Hal ini memberikan KMT dan sekutunya peluang untuk membentuk mayoritas yang dapat menghambat agenda kebijakan Lai.
(bbn)