"Misalnya, kita ingin melakukan pembayaran atas belanja sebesar Rp100.000 menggunakan saldo dompet digital atau uang elektronik. Lalu, ada biaya layanan sebesar Rp5.000 menyertainya. Dari transaksi itu, PPN [12%] dihitung dari biaya layanan yang timbul, yakni dari Rp5.000," tulis portal tersebut.
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tetap menerapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Tarif PPN 12% berlaku secara umum atau tidak berlaku hanya untuk barang mewah.
Dengan kata lain, Indonesia pada akhirnya tidak menerapkan skema multitarif untuk pengenaan PPN mulai 1 Januari 2025, setelah adanya usulan pengenaan tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah.
Dengan demikian, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pemerintah tidak perlu melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
"Tidak [revisi UU], kita menganut bukan multitarif undang-undangnya, tarif PPN nya tidak multitarif, tetapi ada pengaturan-pengaturan khusus yang dibolehkan oleh UU juga dan itu kita turunkan dalam peraturan turunannya, peraturan pemerintah [PP] maupun peraturan menteri terkait," ujar Febrio saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (16/12/2024).
(dov/lav)