Logo Bloomberg Technoz

Hal ini dilakukan seiring dengan rencana pemerintah untuk mengimplementasikan program biodiesel B40 per 1 Januari 2025. Terlebih, selama ini insentif biodiesel dibiayai dari setoran pungutan ekspor yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Pendanaan dari dana yang ada BPDPKS. Pertama, kita menaikan ke 10% dan volumenya untuk public service obligation [PSO]," ujar Airlangga saat ditemui di kantornya, Kamis (19/12/2024).

Menurut Airlangga, tarif pungutan ekspor itu bakal mulai berlaku saat peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur perubahan tersebut diterbitkan. 

Sebelumnya, Badan Pemerika Keuangan (BPK) menemukan pengelolaan belanja insentif atau subsidi untuk program pengembangan biodiesel di Indonesia belum memperhatikan aspek keberlanjutan pembiayaan.

Dalam laporan terbarunya, BPK menemukan belanja insentif biodiesel mencapai 90% dari total penggunaan dana BPDPKS atau melebihi kebijakan anggaran pembiayaan kegiatan biodiesel, dan tidak didukung perencanaan pembiayaan berkelanjutan.

"Akibatnya, program penyediaan dan pemanfaatan biodiesel berisiko tidak memiliki sumber pembiayaan yang keberlanjutan, dan BPDPKS berisiko mengalami kesulitan pendanaan atas program yang mendukung tujuan BPDPKS," tulis BPK dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester I-2024, dikutip Jumat (1/11/2024).

BPDPKS melaporkan realisasi subsidi program biodiesel B35, yang berasal dari dana pungutan ekspor CPO, mencapai Rp17,03 triliun periode Januari hingga September 2024.

Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS Achmad Maulizal mengatakan subsidi—yang digunakan untuk membayar selisih harga indeks pasar (HIP) biodiesel dan solar — disalurkan untuk produksi 7,73 juta kiloliter (kl) volume B35.

“Hingga 30 September volume 7.730.507 kl dengan nilai [subsidi] Rp17.031 miliar,” ujar Achmad kepada Bloomberg Technoz, Rabu (23/10/2024).

(dov/lav)

No more pages