"Iya [ada arah penurunan], pembahasan sedang dilakukan. Sebenarnya rencana penurunan sudah sempat disampaikan Bu Menteri Keuangan [Sri Mulyani Indrawati], Pak Menko [Perekonomian Airlangga Hartarto] di beberapa kesempatan karena ada semacam catatan rekomendasi OECD juga," ujar Susiwijono saat ditemui di kantornya, dikutip Rabu (18/12/2024).
Dalam laporan OECD Economic Surveys Indonesia 2024, OECD memang merekomendasikan menurunkan ambang batas kewajiban pajak pertambahan nilai (PPN) serta mengurangi jumlah sektor yang tidak dikenakan PPN.
OECD mengatakan saat ini bisnis dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar atau US$300.000 tetap dibebaskan dari PPN. Ambang batas itu dinilai lebih tinggi dibanding sebagian besar negara OECD dan jauh lebih tinggi daripada di Thailand dan Filipina, yakni sekitar US$50.000.
"Menurunkan ambang batas kewajiban PPN serta mengurangi jumlah sektor yang tidak menerapkan PPN akan meningkatkan pemungutan PPN baik dari sektor yang baru wajib maupun yang sudah wajib," tulis OECD.
Kendati demikian, Susiwijono memastikan pemerintah belum memberikan keputusan terkait penurunan ambang batas tersebut.
Susiwijono mengatakan saat ini pemerintah memberikan perpanjangan insentif berupa pajak penghasilan PPh final 0,5% untuk 2025, sebagai kompensasi atas kenaikan PPN menjadi 12%.
(dov/lav)