Di pasar surat utang negara, yield SUN tenor 2Y masih bertahan di kisaran 7,01%. Sedangkan tenor 5Y ada di 7,05% dan 10Y kini di 7,09%.
Indeks dolar AS pagi ini terpantau makin menguat dibuka naik 0,07% di level 108,48, tertinggi sejak 2022. Adapun imbal hasil investasi surat utang AS, Treasury, juga terus naik. Tenor 10Y ada di 4,56%, sedangkan tenor 2Y di 4,31%.
Pasar akan menunggu rilis data inflasi PCE nanti malam yang mungkin akan memberi sinyal dibutuhkan akan arah kebijakan bunga acuan ke depan.
Hasil Pertemuan Komite Terbuka The Fed (FOMC) yang diumumkan pada Kamis dini hari lalu membuyarkan harapan pelaku pasar global akan prospek pelonggaran moneter tahun depan. The Fed yang semula memberi petunjuk akan ada empat kali pemangkasan bunga acuan sebanyak 100 basis poin pada 2025, menguranginya menjadi tinggal dua kali pemangkasan.
Sinyal The Fed itu dinilai sebagai respon dan antisipasi terhadap kebijakan Pemerintah AS ke depan di bawah rezim Donald Trump yang sudah bersiap menerapkan kebijakan proteksionisme di bawah jargon 'America First'. Kebijakan 'inward looking' ala Trump dikhawatirkan akan membangkitkan lagi inflasi di negeri itu.
Analis Forex Doo Financial Futures Lukman Leong menilai, rupiah berpotensi makin tertekan hingga ke kisaran Rp17.000/US$ tahun depan, di tengah tren pelemahan hampir semua mata uang dunia terhadap dolar AS akibat kebijakan-kebijakan Trump nanti yang potensial memicu inflasi.
"Bukan hanya rupiah. Ini karena dolar AS yang menguat sehingga semua mata uang lawannya lemah. Level Rp16.000/US$ akan menjadi kenormalan baru," kata Lukman, yang menilai dunia perlu mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS agar tidak 'tersandera' terus menerus seperti saat ini.
(rui)