Bursa Saham Asia lain juga menapaki jalur merah sehingga Bursa Saham seakan menjadi 'laut merah' i.a. KOSPI (Korea Selatan), SETI (Thailand), Sensex (India), PSEI (Filipina), TW Weighted Index (Taiwan), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), NIKKEI 225 (Tokyo), Hang Seng (Hong Kong), Straits Time (Singapura), Shanghai Composite (China), dan Topix (Jepang), yang melemah dan ambles masing-masing mencapai 1,95%, 1,53%, 1,20%, 1,14%, 1,02%, 0,89%, 0,69%, 0,56%, 0,44%, 0,36%, dan 0,22%.
Sementara itu di sisi berseberangan, Shenzhen Comp. (China), CSI 300 (China), dan KLCI (Malaysia) dengan kenaikan masing-masing 0,36%, 0,09%, dan 0,03%.
Bursa Saham Asia terpapar tekanan hebat yang terjadi di New York. Pada perdagangan semalam, 3 indeks utama di Wall Street kompak finish di zona merah.
Indeks S&P 500 ambles nyaris 3% untuk 'Hari The Fed' terburuk sejak Maret 2020. Sementara itu, Nasdaq 100 terjungkal 3,6%, dan Dow Jones mencatat penurunan 2,58%.
Merahnya IHSG dan Bursa Asia siang-sore hari ini imbas sentimen hasil Pertemuan Terbuka Federal Reserve (FOMC–The Fed) dini hari tadi mempersuram prospek kebijakan suku bunga acuan global ke depan.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memangkas suku bunga acuan untuk ketiga kalinya berturut-turut, tetapi membatasi jumlah pemangkasan yang mereka perkirakan pada 2025. Hal ini menandakan kehati-hatian yang lebih besar.
Komite Pasar Terbuka Federal memberikan suara 11-1 pada pertemuan tersebut untuk memangkas suku bunga 25 bps ke kisaran 4,25%–4,5%.
Untuk menjadi catatan, pejabat memperkirakan pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit untuk tahun depan daripada yang mereka proyeksikan beberapa bulan lalu.
Mereka sekarang melihat suku bunga acuan mencapai kisaran 3,75% hingga 4% pada 2025, menyiratkan pemangkasan dua kali seperempat poin persentase, menurut perkiraan median.
Dot plot terbaru menunjukkan, The Fed kemungkinan hanya akan memangkas bunga acuan sebanyak dua kali tahun depan, masing-masing sebesar 25 bps.
“Dengan tindakan hari ini, kami telah menurunkan suku bunga kebijakan kami sebesar satu poin persentase penuh dari puncaknya dan sikap kebijakan kami sekarang secara signifikan tidak terlalu ketat,” kata Powell dalam taklimat media. “Oleh karena itu, kami dapat lebih berhati-hati saat mempertimbangkan penyesuaian lebih lanjut terhadap suku bunga kebijakan kami.”
Isyarat tahun depan kemungkinan akan lebih lambat, “Ini adalah pemangkasan The Fed yang agresif,” kata Priya Misra, Manajer Portofolio di JP Morgan Asset Management.
Efek langsungnya, Bank-bank Sentral di seluruh Asia menghadapi dilema besar setelah The Fed mengisyaratkan pendekatan yang lebih Hawkish. Mereka harus memilih antara melawan kekuatan dolar yang mahal atau membiarkan mata uang mereka terus melemah.
Data Bloomberg, menunjukkan mata uang di kawasan ini telah kehilangan hampir 4% nilainya terhadap dolar tahun ini meskipun The Fed memangkas suku bunga.
“Sulit melawan penguatan dolar terhadap mata uang Asia karena pergerakan ini terutama didorong oleh dolar. Bank Sentral regional harus bersikap defensif untuk meredam tekanan depresiasi dan menjaga pasar valas tetap teratur,” ungkap Wee Khoon Chong, Ahli Strategi di BNY Mellon Hong Kong.
(fad/wep)