Pertanyaannya, sampai kapan BI kuat menahan pelemahan rupiah? Apakah cadangan devisa bank sentral saat ini memadai untuk menahan tekanan hebat yang melanda mata uang Indonesia itu?
Berdasarkan data terakhir yang dilansir oleh Bank Indonesia, per akhir November lalu, posisi cadangan devisa RI berkurang US$990,7 juta menjadi sebesar US$150,24 miliar.
Penurunan itu relatif kecil bila melihat apa yang terjadi pada November lalu ketika dana asing keluar besar-besaran dari pasar SBN senilai Rp12,76 triliun, lalu dari pasar saham sebesar Rp16,9 triliun dan dari Sekuritas Rupiah (SRBI) sebesar Rp18,5 triliun. Pada bulan itu, rupiah menurun nilainya 0,93%.
Perhitungan analis, cadangan devisa likuid BI kemungkinan hanya berkurang US$888,99 juta pada November lalu menjadi sebesar US$134,88 miliar.
Penurunan cadangan devisa likuid ketika arus keluar modal asing begitu besar, dapat terjadi karena pada saat yang sama ada tambahan dolar AS segar yang masuk ke sistem domestik. "Berkat penerbitan sukuk global oleh Pemerintah RI senilai US$2,75 miliar," kata Lionel Priyadi, Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital dalam catatannya.
BI menilai penurunan cadangan devisa bulan lalu masih di level aman. Dengan nilai US$150,24 miliar, angkanya setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Posisi cadangan devisa saat ini juga masih di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," kata Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
Mengacu pada data historis, ketika rupiah mengalami tekanan hebat pada awal 2024, nilai cadangan devisa berkurang selama empat bulan beruntun senilai total US$10,16 miliar. Longsornya cadangan devisa memuncak pada April 2024 yaitu sebesar US$4,17 miliar ke level US$136,21 miliar.
Nilai cadangan devisa yang amblas itu memaksa BI mengerek bunga acuan lagi sebesar 25 bps pada April menjadi 6,25%. Setelah itu, tren kenaikan cadangan devisa pun berlanjut selama empat bulan berikutnya.
Hal serupa terjadi ketika gejolak rupiah bulan Oktober. Kala itu nilai cadangan devisa terkuras hingga ke level US$133,13 miliar dan akhirnya BI menaikkan bunga acuan.
Posisi Utang Luar Negeri
Pada akhir Oktober 2024, posisi Utang Luar Negeri RI tercatat naik 7,7% secara tahunan mencapai US$428,5 miliar.
Kenaikan posisi ULN tersebut terutama karena lonjakan posisi utang bank sentral yang naik hingga 170% year-on-year. Sedangkan ULN pemerintah naik 8,64%. Adapun posisi ULN swasta tercatat turun tipis 1%.
Menurut BI meski ada kenaikan pada September, struktur ULN masih sehat karena rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun ke 30,4% dari bulan sebelumnya sebesar 31,1%. Selain itu, ULN juga didominasi oleh tenor panjang dengan pangsa mencapai 84,5% dari total ULN.
Hanya saja, perlu dicermati angka rasio utang jangka pendek berdasarkan jangka waktu sisa terhadap posisi cadangan devisa terpantau meningkat. Yaitu pada kuartal III-2024 mencapai 51,9%, dibanding kuartal III-2023 yang rasionya baru 48,55%.
Sementara rasio pembayaran utang kuartalan dan tahunan, untuk DSR tier-1 masing-masing tercatat naik juga menjadi 22,13% dan 18,6% pada kuartal lalu.
Rasio pembayaran utang kuartalan menjadi yang tertinggi sejak kuartal II-2023. Sedangkan rasio tahunan adalah yang tertinggi sejak tahun 2021 silam.
(rui/aji)