Beberapa bank sentral di Asia telah mengambil pendekatan berbeda terhadap kekuatan dolar. Bank Indonesia secara terbuka mengumumkan intervensinya di pasar domestik, mengirimkan sinyal tegas kepada pelaku pasar. Sementara itu, Bank Sentral India atau Reserve Bank of India (RBI) menggunakan kombinasi kontrak offshore dan onshore untuk mendukung rupee tanpa pernyataan resmi. Bank sentral lainnya memilih untuk memantau pasar secara cermat.
Dukungan dari PBOC
PBOC memperkuat yuan pada Kamis dengan menetapkan suku bunga acuan yang jauh lebih kuat dari perkiraan rata-rata survei Bloomberg. Kurs referensi ini, yang membatasi pergerakan yuan onshore hingga 2% di kedua sisi, berada pada level terkuat relatif terhadap perkiraan sejak Juli.
“PBOC akan terus menahan tekanan kenaikan dolar-yuan untuk saat ini, tetapi saya pikir nilai tukar akan mencapai rekor tertinggi baru pada 2025 jika terjadi perang dagang kedua antara AS dan China,” ujar Alvin T. Tan, kepala strategi valas Asia di RBC Capital Markets.
Bank-bank milik negara di China juga menjual dolar di pasar onshore saat pembukaan perdagangan dan hampir tidak membeli dolar, menurut pedagang yang enggan disebutkan namanya karena tidak diizinkan memberikan komentar terkait pasar valas.
Pedagang valas di Asia merespons langkah hawkish cut dari The Fed, di mana penurunan suku bunga diikuti dengan pernyataan yang menegaskan bahwa kekhawatiran terhadap inflasi tetap tinggi. Proyeksi median pembuat kebijakan The Fed kini hanya memperkirakan pemangkasan suku bunga setengah poin pada tahun depan, setengah dari yang diperkirakan pada September.
Fokus The Fed pada inflasi menandai perubahan signifikan dari pertemuan September lalu, di mana para pejabat lebih memperhatikan pasar tenaga kerja. Gubernur The Fed, Jerome Powell, mengatakan pada Rabu (18/12/2024) bahwa proyeksi inflasi tahunan mereka telah “agak runtuh.”
(bbn)