Yang jadi catatan, pejabat memperkirakan pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit untuk tahun depan daripada yang mereka proyeksikan beberapa bulan lalu.
Santa Claus Rally
Sentimen global sedang kurang menguntungkan. Kondisi ini masih diperburuk dengan kondisi makro RI saat ini.
"Melihat situasi yang tengah terjadi, sepertinya berat santa claus rally terjadi," tandas Budi.
Santa claus rally merupakan fenomena kenaikan harga-harga saham dengan masif. Fenomena ini umumnya terjadi memasuki minggu-minggu terakhir Desember setiap tahunnya.
Buruknya kondisi domestik juga tercermin dari pergerakan rupiah yang kini menembus level 16.000/dolar AS.
Head of Research & Strategy JP Morgan Henry Wibowo menilai, kondisi rupiah, terutama dalam situasi saat ini, memiliki efek besar terhadp IHSG. Kondisi rupiah bahkan bisa menjadi faktor utama bear case untuk pergerakan IHSG tahun depan. IHSG bisa saja menyentuh 6.500 yang merupakan bear case dari JP Morgan.
"Skenario ini bisa saja terjadi jika rupiah melemah hingga ke kisaran Rp17.000/dolar AS, tingginya inflasi dan terus menurunnya daya beli masyarakat," jelas Henry dalam riset, dikutip Minggu (15/12/2024).
Henry sejatinya memasang sikap base case untuk IHSG sepanjang 2025. Target base case IHSG tahun depan ada di level 7.900, mempertimbangkan transisi pemerintahan yang terbilang mulus.
"Kami meyakini pemerintahan baru akan membawa kelanjutan kebijakan yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya, terutama dalam roadmap Indonesia Emas 2045," ujar Henry.
Namun, tidak bisa dipungkiri, ketidakpastian usai pemilu di AS memang memberikan tantangan untuk pasar di Indonesia. Sikap higher for longer, ditambah dengan potensi perang tarif (Trade War 2.0) menyebabkan reli kurs dolar AS.
Menguatnya dolar AS memberikan dampak negatif untuk negara yang memiliki defisit neraca transaksi berjalan seperti Indonesia.
Sentimen PPN 12%
Kebijakan PPN 12% turut membuat daya tarik bursa saham domestik melemah. Meski PPN 12% berlaku untuk barang dan jasa tertentu, namun kebijakan ini tetap memberikan dampak, salah satunya untuk sektor ritel.
"Sektor ritel pasti terpengaruh. PPN 12% jelas mempengaruhi daya beli masyarakat, itu pasti," ujar Direktur KISI Asset Management Arfan F. Karniody.
"Seberapa besar? kami bilang, pasti shock terlebih dahulu pertama kali. Mungkin satu hingga tiga bulan spending masyarakat akan berkurang, karena mau beli sesuatu, PPN naik."
Perkiraan itu dengan asumsi jangka waktu diturunkannya bantuan langsung dari pemerintah.
Misal, bantuan langsung pemerintah baru turun satu bulan setelah pemberlakukan PPN 12%. "Jadi, satu bulan ini, masyarakat terpengaruh. Bisa dipastikan, satu bulan ini ritel, konsumer, kena dampak," imbuh Arfan.
"Seberapa jauh dampaknya? Seharusnya yang middle low terlebih dahulu, karena ada lagging. Tapi, ketika asumsi di bulan kedua bantuan masuk, agak sedikit terbantu."
(dhf)