BI melakukan intervensi ke tiga penjuru yakni di pasar spot valas, lalu ke pasar forward (NDF) domestik dan pasar Surat Berharga Negara (SBN).
"Ya betul, BI melakukan intervensi di spot, DNDF dan pasar SBN sbg bagian dari upaya stabilisasi nilai tukar rupiah," kata Direktur Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Fitra Jusdiman kepada Bloomberg Technoz, Kamis siang ini.
Fitra menjelaskan, bank sentral berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan akan terus melakukan upaya stabilisasi secra terukur dan tepat waktu sesuai dengan kondisi volatilitas.
"Sebagaimana disampaikan Gubernur BI pasca Rapat Dewan Gubernur kemarin, BI commit menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pergerakan nilai tukar rupiah dan juga nilai tukar negara lain saat ini cenderung sebagai dampak dari outlook kebijakan AS, pemerintah maupun Fed," kata Fitra.
Pada penutupan perdagangan sesi pertama Kamis siang ini, rupiah bertahan di Rp16.275/US$, sedangkan IHSG tergerus 1,63% ke level 6.991,84.
Adapun di pasar SBN, yield sudah melesat di hampir semua tenor. Yield SBN 5 tahun sudah menyentuh level tertinggi sejak Juni lalu di 7,04%. Sedangkan tenor 2Y ada di 7,01%.
Arus keluar modal asing terlihat kian membesar setelah sampai data terakhir lalu. Menurut laporan BI terakhir, selama kuartal IV-2024 hingga data 16 Desember, capital outflow sudah mencapai US$2,4 miliar, terbanyak adalah dari pasar saham US$1,9 miliar dan dari Sekuritas Rupiah (SRBI) sebesar US$1,3 miliar.
Risiko berinvestasi di Indonesia makin meningkat hingga dana asing terus mengalir keluar dari pasar domestik.
Tingkat risiko investasi di Indonesia, terlihat dari premi risiko Credit Default Swap tenor 5 tahun, melesat tajam menyentuh level 76,72%, tertinggi sejak pertengahan Agustus lalu. Dalam dua hari terakhir, premi CDS tersebut sudah naik 4%.
"Investor keluar setelah keputusan The Fed dan dot plot terbaru dari FOMC, selain itu investor juga memanfaatkan kesempatan untuk profit taking yang sudah diterima sejak awal tahun," kata Myrdal Gunarto, analis Maybank, dilansir dari Bloomberg News.
Dini hari tadi, Gubernur The Fed Jerome Powell mengumumkan keputusan pemangkasan bunga acuan Fed fund rate (FFR) sebesar 25 bps menjadi 4,5%, sesuai ekspektasi pasar.
Namun, dalam paparannya, Powell juga memberi petunjuk bahwa The Fed kemungkinan hanya akan memangkas bunga acuan sebanyak dua kali tahun depan, masing-masing sebesar 25 bps. Dot plot terbaru menunjukkan, pengambil kebijakan di bank sentral paling berpengaruh di dunia itu memperkirakan FFR akan ada di kisaran 3,75%-4% sampai akhir 2025.
"Dengan tindakan hari ini, kami telah menurunkan suku bunga kebijakan kami sebesar satu poin persentase penuh dari puncaknya dan sikap kebijakan kami sekarang secara signifikan tidak terlalu ketat," kata Powell dalam taklimat media, Rabu siang waktu setempat. "Oleh karena itu, kami dapat lebih berhati-hati saat mempertimbangkan penyesuaian lebih lanjut terhadap suku bunga kebijakan kami."
Indeks S&P 500 ditutup anjlok 3%, membawanya mencetak kinerja terburuk pada 'The Fed's Day' sejak Maret 2020, ketika bank sentral melakukan pemotongan darurat pada akhir pekan sebagai respons terhadap pandemi Covid-19.
(red/aji)