Karakter golongan tersebut akan membelanjakan uangnya untuk kebutuhan yang lebih mendesak, alih-alih membelikan kuota listrik dalam jumlah banyak mumpung tarifnya sedang didiskon.
“Misalnya biasa beli token token Rp200.000, ini kesempatan saya beli token jadi Rp500.000. Kan berarti dia mengeluarkan Rp300.000 [setelah diskon]. Lebih awal, pertanyaannya, orang punya uang enggak? [Uang sejumlah] Rp300.000 sayang sekali duitnya dihabiskan untuk begitu. Sementara itu, dia punya kebutuhan lebih urgen kan beli beras, beli sembako. Ngapain saya beliin tambahan listrik dua kali lipat, tetapi enggak langsung saya pakai?" jelas Fabby.
“Ya kan bisa-bisa saja, tetapi ujung-ujungnya, kalau dia tidak bisa mengonsumsi langsung, enggak terlalu berdampak.”
Pengawasan
Di sisi lain, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tidak perlu repot memitigasi ataupun mengawasi perilaku pembelian token berlebih selama periode diskon tersebut. Toh, jika pelanggan membeli token dalam jumlah banyak, PLN akan diuntungkan.
“Enggak usah dipusingin pengawasan. Kalau listrik itu jelas berapa Kwh yang terpakai. Kalau kita pikirin, ribet biaya untuk mitigasi risikonya lebih besar daripada dampak ekonomi yang dihasilkan dari kebijakan itu,” ucap Fabby.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo merespons positif kebijakan pemerintah dalam memberikan diskon tarif listrik selama dua bulan, terhitung 1 Januari 20205.
“Kami menghargai dan mengapresiasi bahwa PPN [pajak pertambahan nilai] hanya dikenakan pada 400.000 pelanggan PLN [yang berlangganan] daya 6.000 watt ke atas. Jumlah pelanggan rumah tangga kami 84 juta, maka yang bebas tarif PPN [sebanyak] 99,5%,” tuturnya dalam konferensi pers paket insentif ekonomi, Senin (16/12/2024).
Dalam kaitan itu, Darmawan menjelaskan tarif PPN—yang akan naik dari 11% menjadi 12% per awal tahun depan — untuk sektor kelistrikan hanya akan menyasar 0,5% dari pelanggan rumah tangga PLN yang berasal dari kalangan kelas atas atau golongan terkaya.
Dia juga menyebut diskon tarif listrik sebesar 50% pada Januari—Februari 2025 hanya akan diberikan untuk pelanggan listrik 2.200 watt ke bawah, yang menyasar pada 81,4 juta atau mayoritas pelanggan PLN.
Perinciannya adalah sebanyak 24,6 juta pelanggan 450 watt; 8 juta pelanggan 900 watt; 14,1 juta pelanggan 1.300 watt; dan 4,6 juta pelanggan 2.200 watt.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, secara tren, tercatat konsumsi listrik perkapita Indonesia terus meningkat sejak tahun 2017. Pada 2023, realisasi konsumsi listrik rata-rata setiap orang di Indonesia mencapai 1.285kWh/kapita. Angka ini meningkat dari 1.173 kWh/kapita pada 2022.
Mantan Menteri ESDM periode 2019—2024 Arifin Tasrif menyampaikan pada 2024, konsumsi listrik ditargetkan mencapai 1.408 kWh/kapita. Pemerintah terus menyiapkan pasokan listrik guna mengantisipasi kenaikan konsumsi listrik masyarakat.
"Realisasi konsumsi listrik per kapita pada 2023 mencapai 1.285 kWh per kapita. Kita targetkan 2024 itu mencapai 1.408 kWh per kapita. Ini tentu saja kita prediksi dari tren demand dan juga untuk itu kita harus bisa menyiapkan pasokannya. Ini yang perlu kita antisipasi," ujar Arifin medio Januari.
(mfd/wdh)