Ke depan, arah kebijakan BI Rate hampir pasti akan bergantung pada situasi eksternal, terutama terkait arah kebijakan bunga Amerika Serikat, yang bisa dengan mudah mempengaruhi pergerakan rupiah.
Dalam taklimat media yang digelar Rabu siang, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, BI belum bisa diturunkan karena kebijakan moneter masih difokuskan untuk stabilisasi rupiah.
"Kami belum berani turunkan suku bunga BI Rate. Kami fokus rupiah, kondisi ketidakpastian pasar makin tinggi," kata Perry.
Faktor utama adalah prospek kebijakan bunga acuan Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, yang diperkirakan masih akan ketat. Hitungan BI, kemungkinan tahun depan Fed fund rate hanya akan turun dua kali saja masing-masing 25 basis poin (bps).
"Tapi akan mundur. Semula kami perkirakan masing-masing [akan turun] pada Maret dan Mei 2025, kemudian itu mundur jadi Maret dan Juni 205," kata Perry.
Laju yang makin melambat dari pelonggaran moneter di AS akan berdampak pada tingkat imbal hasil Treasury, surat utang terbitan Pemerintah AS.
"US Treasury tenor 2 tahun dipengaruhi oleh Fed Funds Rate, sementara tenor 10Y ke atas dipengaruhi oleh rencana kebijakan fiskal Pemerintah AS yang tahun depan akan mencatat pelebaran defisit hingga 7,7% dari Produk Domestik Bruto," jelas Perry.
Prediksi BI, yield UST-2Y yang kuartal IV ini diperkirakan ada di 4,2%, kemungkinan akan ada di 4,5% pada akhir tahun depan. Lalu, tenor 10Y kemungkinan bisa melesat ke 4,7% pada 2025 dari saat ini di kisaran 4,4%.
Ahasil, indeks dolar AS makin perkasa. Kini sudah di 107 dan menurut Perry nampaknya masih akan bergerak lebih tinggi.
"Berbagai dampak dari global apa yang baru, kok tidak diturun-turunkan [BI Rate]? Karena perubahan-perubahan ini bacaan kami akan tetap fokus stabilkan nilai tukar karena ketidakpastian makin meningkat. Bukan berarti tidak ada ruang penurunan, tetapi timing is not right yet," kata Perry.
Selama kuartal IV-2024, arus keluar modal asing dari pasar domestik tercatat mencapai US$2,4 miliar sampai data 16 Desember lalu. Arus keluar terbanyak adalah dari pasar saham sebesar US$1,9 miliar dan Sekuritas Rupiah (SRBI) sebesar US$1,3 miliar.
Sementara di pasar Surat Berharga Negara (SBN), asing mulai kembali pada periode yang sama dengan net inflow US$700 juta setelah bulan sebelumnya mencatat posisi jual bersih.
BI meyakini, meski tingkat bunga acuan belum dilonggarkan lagi, pertumbuhan ekonomi domestik masih akan terjaga didukung permintaan domestik.
"Konsumsi rumah tangga diprakirakan tetap tumbuh didorong oleh keyakinan konsumen yang terjaga," kata Perry.
Secara sektoral, menurut Perry, pertumbuhan ekonomi ditopang terutama oleh sektor industri pengolahan, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran. "Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7–5,5% dan meningkat menjadi 4,8–5,6% pada 2025," kata Perry.
(rui/aji)