"Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan berada dalam kisaran 4,7%-5,5% dan akan meningkat menjadi 4,8%-5,6% pada 2025," kata Perry.
Ke depan, berbagai upaya perlu terus ditempuh untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Maka itu, BI memperkuat bauran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan bersinergi erat dengan kebijakan stimulus fiskal pemerintah, didukung stimulus kebijakan makroprudensial.
Bank sentral akan mengumumkan posisi suku bunga acuan atau BI Rate usai menggelar Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) Desember 2024 pada hari ini, Rabu (18/12/2024).
Kalangan ekonom memproyeksi BI Rate akan tetap bertahan pada level 6%, meski ruang pemangkasan dinilai masih terbuka.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky berpandangan BI perlu menahan BI Rate pada level 6% pada Desember 2024 ini.
Riefky menyoroti inflasi pada November 2024 turun ke 1,55% secara tahunan (year on year/yoy) dan mencapai titik terendahnya sejak April 2021.
Angka inflasi yang lebih rendah pada November 2024, terutama didorong oleh turunnya inflasi bahan makanan dan deflasi harga pangan bergejolak akibat efek basis yang tinggi atau high-base dan melimpahnya pasokan bahan makanan pasca-musim panen.
Selain itu, pasar modal di berbagai negara berkembang berada di bawah tekanan dalam dua bulan terakhir di tengah kekhawatiran atas potensi kenaikan tarif terhadap barang impor ke Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump.
"Akibatnya, Indonesia mengalami arus modal keluar sekitar US$0,75 miliar sejak pertengahan November dan rupiah terdepresiasi sebesar 1,39% secara bulanan atau month to month dari Rp15.770 per dolar Amerika Serikat [AS] menjadi Rp15.990 per dolar AS dalam 30 hari terakhir. Mengingat besarnya tekanan pada Rupiah, kami memandang BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6% dalam RDG bulan ini," ujar Riefky dalam laporannya, dikutip Rabu (18/12/2024).
(lav)