Logo Bloomberg Technoz

Ferry menggarisbawahi komoditas yang memiliki bobot inflasi besar - seperti pangan dan listrik - mendapatkan insentif berupa pembebasan PPN dan diskon tarif sebagaimana diumumkan pada awal pekan ini.

Sekadar catatan, pembebasan PPN atas bahan pokok termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.

Selain itu, terdapat diskon biaya listrik sebesar 50% untuk daya hingga 2.200 VA. "Jadi komponen-komponen yang besar bobotnya terhadap inflasi hampir sebagian besar tidak dikenakan PPN. Lalu seperti tepung sama minyak [tambahan PPN sebesar 1%] ditanggung pemerintah. Dari latar belakang itu, kalau hitungan kami bobot inflasi harusnya relatif kecil."

Kendati demikian, Ferry memastikan pemerintah terus memantau perkembangan inflasi setiap bulan.

Di lain sisi, Center of Economic and Law Studies (Celios) memproyeksi inflasi bisa mencapai 4,11% ketika PPN naik jadi 12% pada 2025. Angka itu berada di luar sasaran inflasi sebesar 2,5% plus minus 1% pada 2025 hingga 2027, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31 Tahun 2024 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2025, Tahun 2026, dan Tahun 2027.

Dalam laporannya, Celios menyoroti data dari Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya kenaikan inflasi ketika tarif PPN dinaikan. Pada 2022, terjadi kenaikan tarif PPN dari 10 ke 11% yang berdampak pada meningkatnya inflasi dari 1,56% menjadi 4,21%.

Selain itu, Ekonom sekaligus Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar memperkirakan pengeluaran masyarakat kelas menengah meningkat sekitar Rp354.293 per bulan dengan kenaikan PPN menjadi 12%.

Menurut Media, kenaikan tarif PPN tetap akan dikenakan pada sebagian besar kebutuhan masyarakat menengah ke bawah. Implikasinya, hal ini berisiko memicu inflasi tetap tinggi pada tahun depan, sehingga menambah tekanan ekonomi, khususnya bagi kelompok menengah ke bawah.

"Kenaikan PPN menjadi 12% menambah pengeluaran masyarakat kelas menengah sebesar Rp354.293 per bulan. Hal ini akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan," ujar Media dalam keterangan tertulis, Senin (16/12/2024). 

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tetap menerapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Tarif PPN 12% berlaku secara umum atau tidak berlaku hanya untuk barang mewah.

Dengan kata lain, Indonesia pada akhirnya tidak menerapkan skema multitarif untuk pengenaan PPN mulai 1 Januari 2025, setelah adanya usulan pengenaan tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah.

Dengan demikian, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pemerintah tidak perlu melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

"Tidak [revisi UU], kita menganut bukan multitarif undang-undangnya, tarif PPN nya tidak multitarif, tetapi ada pengaturan-pengaturan khusus yang dibolehkan oleh UU juga dan itu kita turunkan dalam peraturan turunannya, peraturan pemerintah [PP] maupun peraturan menteri terkait," ujar Febrio saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (16/12/2024).

Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan mengenakan PPN 12% terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang tergolong mewah - yang sebelumnya dibebaskan dari PPN - seperti beras premium, daging premium, rumah sakit mewah dan sekolah premium.

Meski demikian, pemerintah bakal menanggung kenaikan PPN terhadap beberapa komoditas sebesar 1%, seperti minyak goreng dengan merek Minyakita, tepung terigu dan gula industri. Artinya, tarif PPN yang berlaku untuk komoditas tersebut tetap 12%, tetapi pemerintah menanggung 1% dan masyarakat menanggung 11% atau tidak mengalami perubahan.

Selain itu, pemerintah juga tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN, seperti bahan makanan, sektor transportasi, pendidikan/kesehatan, listrik, air serta jasa keuangan/asuransi.

Terakhir, pemerintah juga memberikan program insentif fiskal pada 2025 seperti PPN ditanggung pemerintah atau PPN DTP untuk properti hingga pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah atau PPnBM DTP untuk kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).

(dov/lav)

No more pages