Selama rupiah bertengger di atas Rp16.100/US$ usai tertekan, maka ada potensi untuk lanjut melemah dalam tren jangka menengah (Mid-term) ke Rp16.190 hingga Rp16.200/US$.
Sebaliknya, apabila terjadi penguatan hingga Rp15.980/US$ rupiah berpotensi terus menguat hingga Rp15.950 sampai dengan Rp15.900/US$.
Prospek bunga acuan global
Pelaku pasar global juga akan mencermati keputusan Federal Reserve, bank sentral AS, yang akan mengumumkan hasil Pertemuan Komite Terbuka (FOMC) pada Rabu siang waktu Washington atau Kamis dini hari waktu Jakarta. Beberapa data yang dilansir kemarin memperlihatkan sinyal bercampur kendati para traders masih meyakini The Fed bakal pangkas bunga acuan 25 bps dini hari nanti.
Penjualan ritel pada November di AS mencatat pertumbuhan solid, menandakan ketahanan konsumen. Namun, produksi industri justru turun tak terduga selama tiga bulan berturut-turut. Prospek kebijakan The Fed ke depan masih belum jelas karena ancaman tarif impor inflasi dari Pemerintahan AS di bawah Donald Trump bisa membuat pejabat The Fed lebih berhati-hati melangkah.
“Permintaan konsumsi di awal musim liburan cukup kuat, menunjukkan ekonomi AS siap menutup tahun 2024 dengan catatan positif,” tulis analis ANZ Group Holdings Ltd, Brian Martin dan Daniel Hynes. “Ketahanan ekonomi AS mendukung pandangan kami bahwa FOMC akan beralih ke siklus penurunan suku bunga yang lebih lambat dan dangkal pada 2025.”
CEO Bank of America Corp, Brian Moynihan, memprediksi The Fed akan menurunkan suku bunga hingga ke level 3,75% atau melakukan tiga kali pemangkasan dari posisi saat ini pada 2025.
“Mereka perlu memangkas suku bunga sedikit demi sedikit dengan lebih hati-hati, karena ekonomi AS ternyata lebih kuat dibandingkan perkiraan tiga hingga enam bulan lalu, tetapi masih memiliki potensi kelemahan,” ujarnya dalam wawancara dengan Bloomberg Television. “Belum lagi, kita belum membahas faktor-faktor eksternal seperti perang, bukan tarif.”
(rui)