Realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2023 lebih tinggi dari ekspektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg yang melibatkan 29 institusi menghasilkan median proyeksi di angka 4,97% yoy.
Jika ditelisik lebih lanjut, investor lebih mengkhawatirkan sentimen global dibanding domestik. Terlebih, koreksi juga terjadi di mayoritas bursa Asia.
"Jelang akhir pekan ini, pergerakan IHSG dan bursa regional Asia tertahan di zona merah yang tampaknya dipengaruhi rilis data PMI Manufaktur Umum Caixin China. Secara tak terduga indeks ini turun menjadi 49,5 pada April 2022 dari 50,0 pada Maret, meleset dari perkiraan pasar sebesar 50,3," terang analis Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus, Jumat (5/5/2023).
Hal yang sama juga pada The Caixin China General Services PMI yang turun menjadi 56,4 pada April 2023 dari level tertinggi 28 bulan di bulan Maret di 57,8. Ini mencerminkan manufaktur China di zona kontraksi seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi.
"Investor saat ini juga tengah menantikan laporan ketenagakerjaan bulan April untuk mendapatkan lebih banyak petunjuk tentang kondisi ekonomi dan kemungkinan arah kebijakan moneter The Fed," terang Nico.
Sebelumnya Jerome Powell mengklarifikasi bahwa komite saat ini tidak menganjurkan penurunan suku bunga berdasarkan prospek inflasi. Sementara, dari dalam negeri, BPS merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2023, dimana secara QoQ-1 pertumbuhan ekonomi nampak terkontraksi 0,92% sedangan secara YoY-1 tumbuh sebesar 5,03%.
Sentimen asing itu, mengalahkan sentimen pertumbuhan ekonomi domestik, yang meski secara tahunan di atas ekspektasi, tapi tidak secara kuartalan.
"Pasar tampaknya cenderung menilai pencapai pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama dimana terjadi kontraksi pertumbuhan ekonomi secara kuartalan sebagai dampak normalisasi kenaikan konsumsi di akhir tahun akibat libur tahun baru. Namun demikian, masyarakat cenderung berhati-hati dalam konsumsi, alhasil konsumen lebih bijak dalam mengeluarkan dana untuk konsumsi," jelas Nico.
Analis Mirae Asset Sekuritas MM. Roger mengatakan, tidak terlalu banyak sentimen positif dari dalam negeri. Harga batu bara dan sawit justru turun.
"Jika kedua komoditas ini turun, neraca ekspor impor terpengaruh, rupiah menguat dan cadangan devisa turun. Perlahan, imbasnya juga merambat ke sektor konsumer dan otomotif," terang Roger.
Sentimen tersebut pada akhirnya lebih memberatkan langkah IHSG ketimbang sentimen pertumbuhan ekonomi.
Ditambah lagi, lanjut Roger, sentimen dari kondisi ekonomi di Amerika Serikat (AS) lebih membuat investor khawatir. Sedangkan di Eropa juga banyak mengambil kebijakan ekonomi agresif, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi harga komoditas.
(yun/dhf)