Logo Bloomberg Technoz

Tiga Pokja

Eniya menjelaskan nantinya, struktur NEPIO akan berada langsung di bawah pengawasan Presiden dan organisasinya akan diketuai oleh Menteri ESDM. Di bawahnya, penanggung jawab atas organisasi tersebut kemungkinan teridiri atas Dirjen EBTKE atau Dirjen Ketenagalistrikan (Gatrik).

“Nah, struktur di bawahnya ada tiga pokja [kelompok kerja]. Pokja inilah yang nanti akan menentukan satu lokasi dan pelaksanaannya,” terang Eniya.

Ketiga pokja dalam NEPIO, lanjutnya, masing-masing memiliki tugas yang berbeda. Pertama, menentukan lokasi dan konsep dari pengembangan pembangkit nuklir di Indonesia. Kedua, tim pelaksana. Ketiga, tim pengawasan.  

Masing-masing pokja akan terdiri atas anggota eselon satu dari lintas k/l yang terkait dengan proyek nuklir tersebut, serta tenaga ahli di bawah tim pelaksana. 

RUU EBET

Lebih lanjut, Eniya mengklarifikasi bahwa hal yang akan diatur dalam Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) adalah Majelis Pembangkit Tenaga Nuklir (MPTN), bukan NEPIO. 

“Intinya, majelis itu dilahirkan dari RUU EBET. Jadi keppresnya besok itu tadi dicoret, karena kan [NEPIO] belum lahir. Kalau ada organisasi yang disebut dahulu, tetapi belum sah [secara UU], digantikan dengan expert-expert nantinya di pokja-pokja tersebut.”

Meski demikian, Eniya memastikan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia masih bisa dilanjutkan meskipun RUU EBET belum disahkan. PLTN dapat dimasukkan ke Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Dewan Energi Nasional (DEN) sebelumnya mengatakan NEPIO akan dimaktub dalam RUU EBET.

“Itu termasuk dalam RUU EBET, dan juga Kebijakan Energi Nasional [KEN] untuk dibentuk yang namanya lembaga untuk melakukan implementasi dari energi nuklirnya,” kata Djoko ditemui di agenda Anugerah DEN 2024, Selasa (10/12/2024).

Ilustrasi pembangkit nuklir (Bloomberg)

Wacana pembentukan NEPIO pertama kali dideklarasikan pada agenda International Atomic Energy Agency (IAEA) yang dilaksanakan di Wina, Austria.

Adapun, nuklir merupakan jenis energi baru yang termaktub dalam RUU EBET, yang hingga saat ini masih dalam tahap menunggu kesepakatan. Setidaknya terdapat 3 energi baru yang diidentifikasikan dalam RUU EBET, di antaranya adalah hidrogen, ammonia, dan nuklir.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM sendiri memastikan akan memulai opersi komersial PLTN pada 2032, lebih cepat dari target awal pada 2039, dengan kapasitas 500 MW sebelum secara bertahap ditingkatkan menjadi 9 GW pada 2060.

Rencana tersebut disusun menyusul perkiraan kebutuhan tenaga listrik di Indonesia yang akan terus meningkat sebesar 3,6%—4,2% pada 2024 hingga 2060, yang tertuang dalam RUKN.

(wdh)

No more pages