“Namun, dari sisi negatifnya, sentimen bearish dapat memengaruhi persepsi pasar terhadap prospek industri tanker secara keseluruhan,” ujarnya.
Tarif spot untuk mengangkut minyak mentah dengan tanker-tanker besar dari Timur Tengah ke China, rute acuan, telah turun 33% tahun ini karena permintaan di negara pengimpor utama melambat dan OPEC+ menunda normalisasi pasokan barelnya.
Tolok ukur industri untuk rute utama tersebut—yang tidak termasuk pemuatan minyak dari Iran — biasanya naik pada kuartal terakhir tahun berjalan, dipengaruhi faktor musiman, dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya. Akan tetapi, tahun ini trennya berubah.
Pedagang minyak kini berfokus pada permintaan yang lemah di China, dengan impor tahun berjalan hampir 2% di belakang laju 2023, karena para pembuat kebijakan bergulat dengan perlambatan yang mnekan permintaan bahan mentah.
Indeks TD3C Baltic Exchange, yang mencerminkan tarif untuk VLCC pada rute Timur Tengah ke Asia, turun ke apa yang disebut Worldscale 39,05 pada Jumat pekan lalu, menurut pialang kapal. Capaian itu sekitar 33% lebih rendah tahun ini, dan setara dengan hanya di bawah US$8,50 per ton.
VLCC pada rute Timur Tengah ke China juga harus bersaing dengan persaingan dari bagian yang makin besar dari apa yang disebut tonase bayangan dari Iran, serta aliran minyak mentah dari Timur Jauh Rusia, menurut Curra.
Biaya yang lebih rendah merupakan masalah tambahan bagi operator tanker, yang juga telah berurusan dengan gangguan pengiriman yang biasanya melintasi Laut Merah karena serangan terhadap kapal oleh pemberontak Houthi yang didukung Iran.
Mengingat melemahnya China, jumlah supertanker yang menuju negara tersebut telah turun ke titik terendah dalam satu bulan, dan para penyewa telah mengajukan tawaran rendah untuk memanfaatkan sentimen yang lemah, kata para pialang yang memiliki pengetahuan tentang pasar, dikutip Bloomberg.
(wdh)