Logo Bloomberg Technoz

Pada Selasa (17/12/2024) siang, US$ 1 sudah setara Rp 16.065. Rupiah terdepresiasi 0,4% dibandingkan hari sebelumnya.

Mata uang Nusantara masih menjalani tren negatif. Dalam sepekan terakhir, rupiah mencatat pelemahan 0,77% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, depresiasinya mencapai 1,16%.

USD/IDR (Sumber: Bloomberg)

Oleh karena itu, BI berkepentingan untuk menjaga agar berinvestasi di aset rupiah tetap menarik, atraktif, menjanjikan. Caranya adalah tidak membuat suku bunga turun.

Hawkish

Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menilai nada (tone) hawkish dari Gubernur Perry Warjiyo sudah nampak saat RDG November, sebulan lalu. Dalam kalimat pembuka konferensi pers kala itu, Perry menyebut risiko perekonomian semakin tinggi disertai dengan meningkatnya ketegangan politik dan fragmentasi perdagangan.

Perry juga menyatakan bahwa penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terjadi secara luas. Preferensi investor pun disebut beralih dengan memperbanyak alokasi portofolio ke aset-aset berbasis dolar AS.

“Gubernur Perry menegaskan tone yang hawkish saat membacakan pernyataannya. Ada perubahan besar dalam proyeksi dolar AS, suku bunga, dan aliran modal karena dinamika di AS.  Akibatnya, fokus BI pun kembali bergeser ke arah stabilitas,” jelas Satria dalam risetnya.

Menurut Satria, butuh kejadian luar biasa untuk meredam keperkasaan dolar AS. Meski secara musiman Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) cenderung melemah pada Desember di mana koreksinya mencapai rata-rata 1,5% dalam 7 tahun terakhir, tetapi kemungkinan rupiah masih akan diperdagangkan di kisaran Rp 15.500-15.600/US$ pada akhir tahun ini.

“Awalnya, kami memperkirakan BI bisa menurunkan suku bunga acuan jika rupiah menguat ke bawah Rp 15.200/US$. Namun dengan penguatan dolar AS, kami tidak melihat kemungkinan BI bisa kembali menurunkan suku bunga acuan tahun ini,” ungkapnya.

Sementara Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson menilai, peluang penurunan BI Rate pada Desember sudah pupus bila melihat nada BI pada pertemuan terakhir bulan lalu.

"Meski BI bilang terus mencari peluang pemangkasan suku bunga, tetapi menurut kami langkah selanjutnya bisa ke arah lain, yakni kenaikan. Kami tidak menutup kemungkinan ada kenaikan BI Rate dalam 12 bulan ke depan jika kekuatan dolar AS mulai menguras likuiditas atau perkembangan geopolitik memantik risk-off," katanya.

(aji)

No more pages