“[PLTP] yang ini SLO Sorik Marapi itu 41 MW, tinggal nunggu amdal [analisis dampak lingkungan]. Nah, amdalnya itu karena kementeriannya berubah KLHK [Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan] dipecah, jadi kita tinggal nunggu itu.”
Secara terpisah, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengungkapkan, Indonesia perlu melakukan percepatan untuk mencapai target bauran EBT 19% tersebut. Yuliot menyebut terdapat selisih 5% yang terjadi pada masa pandemi Covid-19.
Dengan demikian, Kementerian ESDM akan meninjau ulang capaian bauran EBT itu untuk mencapai target ke depannya.
“Kami berusaha untuk bagaimana meningkatkan bauran energi. Ya mungkin pada 2024 ini, kami mencoba me-review kembali. Dari posisi yang ada, yang kita akan carry over-kan untuk mencapai target energi baru dan terbarukan sesuai dengan potensi yang kita miliki,” ucap Yuliot.
Dominasi Batu Bara
Yuliot sebelumnya memaparkan, sampai dengan Agustus 2024 saja, hegemoni batu bara dalam sistem ketenagalistrikan di Tanah Air menembus 67%.
Realisasi tersebut melampaui target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang mematok penggunaan pembangkit batu bara sebesar 65,72% dalam bauran energi primer nasional.
"Dari realisasi, ternyata ketergantungan kita terhadap energi batu bara ini masih relatif tinggi dibandingkan dengan target. Masih sekitar 67%," kata Yuliot dalam kegiatan Electricity Connect 2024, Rabu (20/11/2024).
Di sisi lain, realisasi bauran energi primer dari gas hingga Agustus mencapai 17% dari target APBN 17,72%; panas bumi 5% dari target 5,33%; air 7% dari target 6,88%; biomassa belum terealisasi dari target 1,02%; BBM (+BBN) 4% dari target 3,06%; dan energi baru terbarukan (EBT) lainnya 0% dari target 0,25%.
“Ya tentu dalam rangka bagaimana kita mengurangi emisi, khususnya emisi rumah kaca, kita mengharapkan ke depan untuk bauran energi ini bisa kita lakukan penyesuaian. Dengan demikian, mayoritas energi baru terbarukan itu bisa disediakan,” tutur Yuliot.
Yuliot juga memaparkan masih banyak ruang pemanfaatan yang bisa dilakukan untuk mendorong potensi pemanfaatan EBT di Indonesia.
Misalnya, dengan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang memiliki potensi sebesar 3.294 gigawatt (GW), tetapi yang baru termanfaatkan sekitar 675 MW.
Kemudian untuk hidro atau, Indonesia memiliki potensi sekitar 95 GW, sedangkan yang termanfaatkan baru sekitar 6,6 GW. Lalu, untuk bioenergi, potensinya sekitar 57 GW, sementara pemanfaatannya baru sekitar 3,4 GW.
Untuk angin, Indonesia memiliki potensi sekitar 155 GW dan baru termanfaatkan sekitar 152 GW. Adapun, potensi dari pembangkit laut sebanyak 63 GW belum termanfaatkan. Panas bumi memiliki potensi 23 GW dan pemanfaatannya baru sekitar 2,5 GW.
Khusus gasifikasi batu bara, kata Yuliot, sektor ini merupakan potensi yang belum dimanfaatkan dengan jumlah tak tercatat. Di dalam pelaksanaanya, Indonesia baru memanfaatkan gasifikasi batu bara sebesar 250 MW.
"Jadi ini potensinya range-nya cukup besar. Tentu ini merupakan bagian yang bisa kita konsolidasikan. Bagaimana antara potensi dengan pemanfaatan itu bisa gap-nya tidak terlalu jauh," ucap Yuliot.
(mfd/wdh)