Logo Bloomberg Technoz

 “Meski PLN menargetkan ekspansi kapasitas energi terbarukan yang signifikan, proses pengadaannya justru berjalan lambat. Kebanyakan proyek energi terbarukan saat ini masih dalam tahap lelang dan negosiasi,” kata Mutya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (17/12/2024). 

Dia mencontohkan program penggantian 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) atau 'dedieselisasi' dengan energi terbarukan telah diumumkan pada 2022. Lelang tahap I pun telah dilakukan dan letter of intent (LoI) juga sudah ditekan pada Desember 2023. Namun, hingga kini belum ada kontrak yang ditandatangani.

Selain itu, Proyek Hijaunesia pada 2023 yang membidik pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) skala besar 1 GW juga masih pada tahap perencanaan dan pemilihan mitra, meski sudah berjalan hampir dua tahun.

Dengan demikian, IEEFA menilai restrukturisasi komprehensif terhadap proses pengadaan perlu dilakukan untuk mencapai tambahan kapasitas energi terbarukan yang cukup besar setiap tahun untuk merealisasikan visi Presiden Prabowo Subianto.

“Pemerintah perlu menetapkan prioritas pengadaan proyek yang ada dalam rencana, didukung dengan prinsip pengadaan dan kontrak yang rasional, dan diperkuat pembiayaan untuk pembangunan energi terbarukan 3—5 GW/tahun,” ujarnya. 

 Untuk mewujudkannya, IEEFA berpandangan perlu ada pendekatan komprehensif lintas kementerian/lembaga di pemerintahan.

Menurut Grant Hauber, Strategic Energy Finance Advisor Asia IEEFA, institusi seperti PT Sarana Multi Infrastruktur, PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), dan Indonesia Investment Authority (INA) dapat bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, dan PLN untuk membuat sumber daya dan proses yang dibutuhkan.

Dia menyebut untuk mendukung keberhasilan pengadaan energi bersih, harus dilakukan identifikasi dan prioritas portofolio proyek. Terutama, proyek yang memiliki lahan dan sumber daya yang memadai untuk dapat segera diimplementasikan.

Tak hanya itu, aspek-aspek persiapan proyek juga harus dilakukan untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi serta didukung proses pengadaan yang transparan dengan konsep kontrak yang saling menguntungkan.

“Pendekatan ini perlu direplikasi secara konsisten dan terus menerus, diterapkan di berbagai proyek, secara konsisten pada masa sekarang atau pun masa mendatang,” kata Grant.

Pasokan Listrik EBT Terus Bertambah, PLN Bakal Operasikan PLTA Jatigede 110 MW (Dok. PLN)

Butuh Rp4 Kuadriliun

Sementara itu, PLN melaporkan total investasi untuk program percepatan pengembangan EBT atau Accelerated Renewable Energy Development (ARED) mencapai US$235 miliar untuk sektor ketenagalistrikan periode 2025 hingga 2040. 

"Berapa biaya untuk transisi energi di sektor ketenagalistrikan? Untuk membangun itu semua sampai 2040, kita butuh US$235 miliar, kira-kira Rp4.000 triliun," ujar Direktur Manajemen Risiko PLN Suroso Isnandar dalam agenda Bisnis Indonesia Outlook Economy 2025, pekan lalu.

Investasi tersebut setidaknya dibutuhkan untuk tujuh hal. Pertama, menambah beban dasar atau baseload dari EBT membutuhkan investasi US$80 miliar untuk kapasitas 33 GW, berasal dari hidro 24,9 GW, geotermal 6,5 GW, dan bioenergi 0,9 GW.

Adapun baseload dari EBT ini digunakan untuk menggantikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. 

Kedua, menambah beban dasar atau baseload termal membutuhkan investasi US$33 miliar untuk kapasitas 28 GW yang terdiri dari gas sebesar 21,7 GW dan batu bara 5,6 GW. 

Ketiga, penambahan variable renewable energy (VRE) membutuhkan investasi US$43 miliar dengan kapasitas 42 GW yang terdiri dari solar 27,3 GW dan angin 14,2 GW. 

Keempat, sistem penyimpanan energi baterai membutuhkan investasi US$6 miliar dengan kapasitas 32 GWh. Kelima, nuklir membutuhkan investasi US$29 miliar dengan kapasitas 5 GW. 

Keenam, membangun saluran transmisi dan gardu induk membutuhkan investasi US$36 miliar untuk 70.000 kilometer sirkuit (kms). Ketujuh, jaringan atau smart grid dari ujung ke ujung membutuhkan investasi US$7 miliar untuk lima wilayah dan 38 provinsi.

Dalam paparannya, Suroso menjelaskan PLN merencanakan membangun pembangkit 75% EBT dan 25% gas dalam program ARED.

Dalam rencana tersebut, PLN menargetkan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 102 GW pada 2040, di mana 75 GW di antaranya berasal dari EBT yang mencakup angin 15 GW, solar 27 GW, geotermal 7 GW, bioenergi 1 GW, dan hidro 25 GW. Sementara 5 GW berasal dari nuklir dan 22 GW berasal dari gas.

(mfd/wdh)

No more pages