Logo Bloomberg Technoz

CPE nantinya akan berupa stok bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin sejumlah 9,64 juta barel, gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG) sebanyak 525,78 ribu metrik ton, dan minyak bumi sebesar 10,17 juta barel hingga 2035. Mayoritas bakal berasal dari impor.

Kendati demikian, Moshe tidak menampik pengelolaan CPE akan sangat sulit jika tidak melibatkan peran Pertamina. Terlebih, perusahaan energi pelat merah tersebut memiliki kapasitas paling besar di Tanah Air dalam hal kepemilikan aset energi.

Moshe memberi catatan, apabila memang CPE harus dikelola Pertamina, pemerintah harus membuat kesepakatan jual-beli yang konkret dalam penggunaan cadangan energi negara. Dengan demikian, distribusi CPE tidak bersifat transaksi bisnis, tetapi untuk kepentingan nasional.

Diawasi Kemenhan

Lebih lanjut, selain oleh Kementerian ESDM, Moshe berpendapat, cadangan penyangga energi bisa diawasi juga oleh Kementerian Pertahanan.

Penyalurannya—baik untuk kepentingan pemerintah, industri, maupun masyarakat — juga mesti dikoordinasikan antarkementerian, seperti dengan Kementerian Perindustrian atau kementerian teknis lainnya.

Rekomendasi lainnya adalah dengan membentuk dewan atau tim legal yang khusus membawahi urusan cadangan penyangga energi.

“Undang-undangnya segala itu juga harus dipersiapkan. Jadi misalkan kalau ada kebutuhan, pemerinntah sudah tahu harus apa. Harus juga ada pelatihannya; di mana deployment itu harus diarahkan semisal ada keadaan kahar. Misalnya, saat terjadi gejolak harga; harga BBM atau harga energi naik. Nah, ini harus bisa di-deploy untuk bisa menurunkan harga secara cepat, karena kan kita butuh energi siap setiap saat. Ini harus dipikirkan seperti apa [mekanismenya].”

Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Tuban. (Dok. Pertamina)

Merujuk pada Pasal 21 Perpres No. 96/2024, pendanaan untuk pengaturan CPE hingga pengelolaan CPE berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau sumber pendanaan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Beleid tersebut juga mengatur bahwa waktu CPE —yang merupakan durasi untuk memenuhi jumlah stok penyangga tersebut — ditarget sampai dengan 2035 yang dipenuhi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

“CPE merupakan barang milik negara berupa persediaan,” sebagaimana dikutip melalui Pasal 2 Ayat 2 perpres tersebut.

Sementara itu, penyediaan CPE bertujuan untuk menjamin ketahanan energi nasional, mengatasi krisis energi, dan darurat energi dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

“Pengelolaan CPE meliputi pengadaan persediaan CPE, penyediaan infrastruktur CPE, pemeliharaan CPE, penggunaan CPE dan pemulihan CPE.”

Pengadaannya berasal dari produksi dalam negeri dan/atau luar negeri. Sementara itu, CPE disimpan dan disalurkan dalam infrastruktur CPE. Beleid tersebut juga mengatur pemeliharaan CPE meliputi pemeliharaan persediaan dan pemeliharaan infrastruktur.

Penggunaan CPE dilakukan apabila terjadi krisis energi dan/atau darurat energi, yang diputuskan melalui sidang anggota untuk krisis energi dan/atau darurat energi yang bersifat teknis operasional atau sidang paripurna untuk krisis energi dan/atau darurat energi yang bersifat nasional.

Terakhir, pemulihan CPE dimaksudkan untuk menjaga CPE sesuai dengan kondisi semula setelah dilakukan penggunaan CPE.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages