Menurut Sri Mulyani, pengenaan tarif PPN 12% kepada barang yang termasuk kategori premium itu sesuai dengan azas keadilan dan gotong royong. Terlebih, saat ini separuh dari insentif PPN dinikmati masyarakat mampu.
"Sesuai masukan dari berbagai pihak, termasuk di DPR, agar azas gotong royong, di mana PPN 12% dikenakan bagi barang yang dikategorikan mewah, maka kami juga akan menyisir untuk barang dan jasa yang merupakan kategori premium tersebut," ujar Bendahara Negara.
Pemerintah hanya akan menanggung kenaikan PPN terhadap beberapa komoditas sebesar 1%, seperti minyak goreng dengan merek Minyakita, tepung terigu dan gula industri. Artinya, tarif PPN yang berlaku untuk komoditas tersebut tetap 12%, tetapi pemerintah menanggung 1% dan masyarakat menanggung 11% sisanya.
Padahal sebelumnya, pada 11 Desember lalu, Sri Mulyani menegaskan bahwa PPN 12% tidak akan menyentuh barang-barang kebutuhan pokok. PPN 12% juga tidak akan berlaku pada sektor pendidkan, kesehatan, angkutan umum, jasa tenaga kerja hingga keuangan.
"12% hanya untuk barang mewah kami sedang menghitung dan menyiapkan. Kami akan konsisten atas asas keadilan," kata dia dalam Konferensi Pers APBN Periode Desember 2024.
Seperti diketahi, pemerintah akhirnya memutuskan untuk tetap menerapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Tarif PPN 12% berlaku secara umum atau tidak berlaku hanya untuk barang mewah.
Dengan kata lain, Indonesia pada akhirnya tidak menerapkan skema multitarif untuk pengenaan PPN mulai 1 Januari 2025, setelah adanya usulan pengenaan tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah.
Dengan demikian, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pemerintah tidak perlu melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
"Tidak [revisi UU], kita menganut bukan multitarif undang-undangnya, tarif PPN nya tidak multitarif, tetapi ada pengaturan-pengaturan khusus yang dibolehkan oleh UU juga dan itu kita turunkan dalam peraturan turunannya, peraturan pemerintah [PP] maupun peraturan menteri terkait," ujar Febrio saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (16/12/2024).
Ekonom sekaligus Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar menilai kebijakan ini berisiko memicu inflasi yang tetap tinggi pada tahun depan, sehingga menambah tekanan ekonomi, khususnya bagi kelompok menengah ke bawah.
“Kenaikan PPN menjadi 12% menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan, memperburuk kondisi ekonomi mereka. Sementara itu, kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan. Hal ini akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan,” ujar Media.
Daftar Barang Kena PPN 12% yang Semula Bebas PPN:
- PPN atas bahan makanan premium, seperti beras premium, buah-buahan premium, daging premium (wagyu dan daging kobe), ikan mahal (salmon premium dan tuna premium), ikan mahal (salmon premium dan tuna premium), udang dan crustacea premium (king crab).
- PPN atas jasa pendidikan premium.
- PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis premium.
- Pengenaan tarif PPN untuk listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 VA.
(dov/lav)