Menanggapi hal itu, Media Wahyudi mengatakan Kemenkeu pandai bermain kata, seolah-olah pemerintah dan DPR mendukung kebijakan yang progresif. Padahal, kebijakan pengecualian itu sudah ada sejak 2009, bahkan sebelum aturan penaikan tarif PPN muncul.
"Kenyataannya, PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah”, ujar dia.
Bhima Yudhistira, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Celios menambahkan PPN 12% masih berdampak luas bagi banyak barang yang dikonsumsi masyarakat, termasuk peralatan elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor.
Bahkan, lanjut dia, deterjen dan sabun mandi juga dikategorikan barang kena PPN, padahal sama sekali bukan barang untuk masyarakat mampu saja.
"Narasi pemerintah semakin kontradiksi dengan keberpihakan pajak," kata Bhima.
Selain itu, kenaikan PPN 12% tidak akan berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak. Pasalnya, efek pelemahan konsumsi masyarakat, omzet pelaku usaha akan mempengaruhi penerimaan pajak lain, seperti pajak penghasilan (PPh) Badan, PPh 21, dan bea cukai.
(lav)