Logo Bloomberg Technoz

Akan tetapi, daripada di Batam atau Bintan, Moshe menilai lokasi penyimpanan minyak untuk menopang CPE lebih baik dibangun di Jawa. Pertama, karena hub pelayaran domestik masih didominasi oleh Jawa, khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok.

Kedua, Jawa merupakan wilayah basis pengguna bahan bakar minyak (BBM) terbesar di Indonesia sekaligus memiliki infrastruktur yang paling siap.

“Jadi menurut saya relevan kalau di Jawa. [...] Kita juga melihat dari sisi lahan, access point, infrastruktur di sekitarnya, infrastruktur penunjangnya. Di Jawa ada infrastruktur penunjang agar dia [bisa] langsung ekspor [kirim minyak] ke penjuru Indonesia,” ujarnya.

“Akan tetapi, ya either way, saya lihat yang paling ready kalau mau bangun [fasilitas penyimpanan] cadangan energi nasional, ya di Jawa.”

Kapasitas Penyimpanan

Moshe mengaku belum mendapatkan informasi berapa kapasitas penyimpanan minyak yang akan dibangun pemerintah untuk menopang CPE. Akan tetapi, jika memang harus dibangun berdekatan dengan Singapura, dia pun tidak melihatnya sebagai sebuah masalah.

Toh, kata Moshe, minyak yang diimpor Indonesia kebanyakan didatangkan dari Singapura. Dengan demikian, pemerintah mungkin mempertimbangkan sisi kemudahan transportasi untuk pengadaan stok minyak yang akan disimpan di fasilitas dalam negeri.

“Nah dari sana distribusinya juga mungkin lebih mudah. Kenapa? Karena itu juga harus dibangun pelabuhannya. Jadi enggak cuma tempat penyimpanannya, tetapi pelabuhannya, aksesnya kan. Itu juga harus tersedia di situ; distribusi ke seluruh penjuru Indonesia.”

Storage Minyak. (dok Bloomberg)

Bahlil sebelumnya mengungkapkan pemerintah berencana membangun fasilitas penyimpanan atau storage minyak di lokasi yang berdekatan dengan perbatasan Singapura.

Dia mengatakan pembangunan fasilitas penyimpanan untuk CPE tersebut sangat penting, sebagai antisipasi Indonesia menghadapi risiko krisis energi dari ancaman geopolitik global maupun untuk menopang rencana swasembada energi Presiden Prabowo Subianto.

Saat ini, kata Bahlil, kapasitas penyimpanan cadangan minyak Indonesia hanya berkemampuan sepanjang 21 hari.

“Ke depan, kita akan bangun storage di satu pulau yang berdekatan dengan Singapura. Kemampuan storage-nya kurang lebih sekitar 30—40 hari, semua minyak boleh masuk di situ,” ujarnya dalam agenda Bimbingan Teknis (Bimtek) Legislator Nasional Fraksi Partai Golkar, medio pekan lalu.

Bahlil menyebut fasilitas penyimpanan cadangan minyak tersebut nantinya juga dapat dimanfaatkan oleh PT Pertamina (Persero) untuk membeli minyak dengan harga yang lebih ekonomis, tanpa harus mengimpor dari Singapura.

Selama ini, sambungnya, Indonesia masih mengimpor 60% minyak dari Negeri Singa.

“Saya sampai bingung geleng-geleng kepala. Singapura enggak punya minyak, tetapi dia bisa [ekspor] ke Republik Indonesia 60%. Ini saya enggak mengerti, teorinya dari mana. Akan tetapi, ini adalah by design yang sudah mengakar,” ujarnya.

Studi Kelayakan

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 96/2024 tentang Cadangan Penyangga Energi, pemerintah memang berencana membangun buffer stock sektor energi hingga 2035.

Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan CPE nantinya akan berupa stok BBM jenis bensin sejumlah 9,64 juta barel, LPG sebanyak 525,78 ribu metrik ton, dan minyak bumi sebesar 10,17 juta barel hingga 2035 mayoritas bakal berasal dari impor.

Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto sebelumnya menjelaskan pada tahap awal pengadaan CPE, pemerintah bakal mengajukan proposal untuk studi kelayakan atau feasibility study (FS) untuk menentukan fasilitas penyimpanan yang sudah ada (existing) dengan kapasitas berlebih yang bisa digunakan untuk infrastruktur yang menyimpan CPE

Bila masih ada fasilitas penyimpanan eksisting dengan kapasitas berlebih, Djoko mengatakan, pemerintah bakal menganggarkan dana untuk menyewa fasilitas tersebut.

Selain itu, pemerintah bakal melakukan inventarisasi terhadap fasilitas penyimpanan yang idle dan memerlukan perbaikan.

“Kalau sudah semua, ini tangkinya bisa kita manfaatkan, baru [kalau] masih belum memenuhi sesuai nanti [target] 2035 itu, baru kita FS lokasi di mana yang bagus untuk penyimpanan,” ujarnya, saat ditemui medio September.

Dalam kaitan itu, DEN menilai lokasi yang sesuai untuk fasilitas penyimpanan CPE adalah yang dekat dengan pelabuhan dan yang dekat dengan titik impor. Hal ini terjadi karena pengadaan CPE mayoritas bakal berasal melalui impor.

Namun, Djoko memastikan pemerintah perlu melakukan studi untuk menentukan titik yang sesuai dijadikan sebagai fasilitas penyimpanan CPE.

“Ada pemikiran di titik-titik impor, di titik-titik yang ada kilang, ada depot, sehingga kita tidak perlu membangun jetty [pelabuhan]-nya juga. Ada pemikiran di daerah yang kekurangan, seperti tadi kan dari Indonesia bagian timur kan kurang, perlu stok yang cukup. Jadi studi ini mana yang paling bisa feasible, ekonomis untuk dilakukan prioritas utamanya,” ujarnya.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages