Logo Bloomberg Technoz

Kemendag lantas menetapkan kebijakan tersebut di gerai-gerai ritel modern untuk seluruh jenis minyak goreng. Namun, lebih dari setahun setelah mandatori tersebut, utang pemerintah terhadap pelaku usaha ritel modern akibat kebijakan tersebut mencapai Rp344,15 miliar dan belum dibayarkan.

Angka tersebut berasal dari rerata selisih harga keekonomian minyak goreng senilai  Rp17.260/liter dengan harga jual yang ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak senilai Rp14.000/liter.

Ilustrasi Minyak Goreng. (Dimas Ardian/Bloomberg)


Menurut Roy, pemerintah berutang kepada 31 perusahaan ritel modern di seluruh Indonesia yang mengikuti kebijakan satu harga tersebut. Adapun, jumlah gerai yang ikut menjalankan kebijakan tersebut mencapai 42.000 unit.

“Pelaku usaha akan berpikir untuk investasi di Indonesia kalau ini tidak diselesaikan. Sebab ini membuat kerugian bagi pelaku usaha ritel modern yang notabene berkontribusi buat ekonomi. Kami kan juga menyerap jutaan tenaga kerja,” kata Roy.

Dia menambahkan kasus tunggakan tersebut juga membuat pengusaha ritel modern waswas untuk berkolaborasi dengan pemerintah guna menyokong program stabilisasi harga pangan ke depannya.

Meski demikian, hingga hari ini jaringan-jaringan ritel modern yang tergabung di dalam Aprindo masih terus mendukung program yang berkaitan dengan penugasan pasar murah.

“Walaupun [tunggakan minyak goreng] belum dibayar, peritel di Jawa Timur, Jawa Barat, NTT tetap mendukung program pasar murah bagi rakyat, terutama menjelang Lebaran kemarin. Kami tetap mendukung. Namun, ke depan kami akan berpikir 2—3 kali, kalau [masalah utang ini] belum selesai. Ini akan menjadi apriori pengusaha,” tuturnya.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya berjanji pemerintah akan melunasi tunggakan Rp344,15 miliar kepada pengusaha ritel modern terkait dengan  selisih harga minyak goreng dalam kebijakan satu harga yang dijalankan pada 2022 itu.

“BPDPKS mau bayar. Kan dia mau bayar kalau ada aturannya, kan. Kalau enggak, kan bisa masuk penjara. Nah kita perlu fatwa hukum. Nah itu yang diminta oleh Sekjen [Kementerian Perdagangan] ke Kejaksaan Agung. Kalau sudah ada [keputusan dari Kejagung], kita bikin surat, pasti dibayar,” ujarnya saat ditemui di kantor Kemendag, Kamis (4/5/2023).

(ibn/wdh)

No more pages