Sebagian besar transaksi perusahaan pelat merah maupun anak usaha yang terjadi beberapa tahun terakhir memang tidak melibatkan transaksi tunai. Misalnya, merger Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah menjadi BSI.
Selanjutnya akuisisi PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga dilakukan dengan skema inbreng. Transaksi akuisisi secara tunai pernah dilakukan oleh PT PGN yang mengakuisisi PT Pertagas dengan empat anak usahanya. Kala itu PGN membayar senilai Rp20,18 triliun kepada PT Pertamina.
Corporate Secretary BSI, Gunawan Arief Hartono hanya menjawab singkat dan diplomatis ketika dikonfirmasi mengenai skema akuisisi BTN Syariah secara tunai. "Secara prinsip kita mengikuti arahan dari Kementerian BUMN dan pemegang saham," ujar Gunawan kepada Bloomberg Technoz.
Sementara itu manajemen BTN belum memberikan konfirmasi mengenai hal tersebut.
Kinerja BTN Syariah
BTN Syariah meraih laba bersih Rp105,15 miliar pada kuartal I-2023, meningkat 40% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 75,41 miliar. Pembiayaan BTN Syariah tumbuh 15,52% menjadi Rp32,63 triliun, dengan total aset tumbuh 24,53% menjadi Rp46,52 triliun.
Dari total pembiayaan, hampir semuanya atau Rp31,85 triliun merupakan pembiayaan perumahan, dengan Rp19,77 triliun merupakan pembiayaan rumah bersubsidi. Adapun rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) berada di 3,29%, turun dari setahun sebelumnya yang tercatat 4,04%.
Dari sisi liabilitas, BTN Syariah menghimpun dana pihak ketiga Rp35,63 triliun pada kuartal I-2023, tumbuh 27,29% secara yoy. Dari jumlah tersebut, dana murah mencapai Rp 15,34 triliun, naik 34% secara yoy.
(yun/dba)