Logo Bloomberg Technoz

Pekan ini, perhatian pelaku pasar akan banyak tersedot pada keputusan penting yang sangat ditunggu yakni FOMC The Fed serta keputusan RDG Bank Indonesia yang hanya berselang 12 jam. Beberapa bank sentral di dunia juga akan mengumumkan kebijakan moneter mereka silih berganti sepanjang pekan ini.

Rupiah sulit mendapatkan sokongan karena kuatnya tekanan eksternal yang melanda sejak keterpilihan Donald Trump dalam Pemilu AS pada 5 November lalu.

Pernyataan terakhir Gubernur BI Perry Warjiyo pada Sabtu lalu menyiratkan pesimisme yang sulit disembunyikan.

Perry mengatakan, dolar AS saat ini sangat kuat. Sebagai gambaran, sebelum Trump terpilih, indeks dolar AS (DXY) ada di kisaran 101. Namun, sejak awal November sampai saat ini atau dalam rentang 1,5 bulan, indeks dolar sudah di 107 atau naik hampir 76%.

Keperkasaan dolar AS itu melantakkan mata uang lain yang menjadi lawannya, tak terkecuali Indonesia.

"Itulah angin yang sedang kita hadapi. This is the new era that we will enter for the next four years, Trump. And we do not know what will be happen. Itulah dalam kisah film Castaway, itulah yang sedang kita hadapi. Bagaimana kita bisa survive dan terus maju, memacu pertumbuhan dalam dunia yang betul-betul susah diprediksi. Itulah yang kita hadapi sekarang," kata Perry dalam acara Seminar Kafegama: Menuju Pertumbuhan Menuju Indonesia Maju, pada Sabtu lalu.

Konsensus yang dihimpun dari 27 institusi yang disurvei oleh Bloomberg, sampai Minggu malam, menghasilkan median 6%. Hal itu mengindikasikan mayoritas ekonom memprediksi Perry Warjiyo dan kolega akan kembali mempertahankan bunga acuan di level 6%. Namun, sebanyak 12 ekonom dari 27 yang disurvei, memperkirakan BI rate akan dipangkas 25 bps jadi 5,75%.

(rui)

No more pages