Kemarin, rupiah akhirnya menjebol level psikologis di Rp16.002/US$ pada Jumat siang, jelang pembukaan pasar Eropa. Level itu menjadi yang terlemah sejak 8 Agustus 2024.
Intervensi Bank Indonesia terindikasi sudah dilakukan di tiga penjuru yakni di pasar spot, pasar forward domestik serta pasar Surat Berharga Negara. Namun, tekanan jual yang masih berlanjut di pasar obligasi dan pasar saham, ketika indeks dolar AS makin perkasa di kisaran 107,04, mendesak rupiah kian lemah.
Tingkat imbal hasil SBN tenor 10Y, siang ini semakin merangkak naik menyentuh 7,01%. Sedangkan BI terlihat mengintervensi tenor pendek supaya bertahan di kisaran 6,97% untuk tenor 2Y.
Tekanan jual juga meningkat di pasar saham. IHSG terus tergerus 0,32% akibat saham-saham perbankan terus dijual. Dari data realtime Bloomberg memasuki sesi kedua perdagangan hari ini, saham-saham bank tercatat sebagai laggard, pemberat indeks. BMRI, BBCA, BBRI, juga BBNI ramai dijual pasar.
BI berupaya menenangkan pasar agar tidak kehilangan kepercayaan dengan mengguyur intervensi di tiga titik yakni di pasar spot, pasar forward dan pasar obligasi negara.
"Kami memasuki pasar dengan tiga intervensi yang cukup berani," kata Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto, dilansir dari Bloomberg News, kemarin.
Edi mengatakan, BI akan terus mengawal pergerakan rupiah untuk menjaga market confidence. "Kondisi kecukupan cadangan devisa juga masih dalam kondisi yang terjaga," kata Edi.
Menurutnya, pelemahan rupiah belakangan masih cukup terkendali di tengah eskalasi geopolitik di Asia Timur yakni antara China versus Taiwan, ditambah perkembangan ekonomi AS yang terlihat masih resilien.
Selain itu, ada juga tekanan dari permintaan dolar AS yang meningkat dari salah satu BUMN sebulan terakhir.
"Dalam situasi seperti itu, sebetulnya pelemahan rupiah masih dalam kondisi yang terkendali. Supply valas dr para eksportir pun terlihat masih sangat support," jelas Edi, pagi sebelum pasar dibuka.
Selama November lalu, pemodal asing telah melepas kepemilikan di SUN sekitar Rp13,07 triliun. Itu menjadi kali pertama posisi net sell asing di SBN setelah enam bulan beruntun mencetak net buy.
Sedangkan di pasar saham asing juga telah melepas sekitar Rp16,81 triliun. Sementara instrumen bank sentral yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga telah banyak dilepas asing mencapai sebanyak Rp18,47 triliun pada November.
Sedangkan Sekuritas Valas (SVBI) serta Sukuk Valas (SUVBI) nilai penjualan asing mencapai Rp7,45 triliun. Alhasil, selama November lalu, total nilai arus keluar modal asing mencapai Rp55,8 triliun.
Posisi cadangan devisa selama November terkuras US$1,03 miliar menjadi US$150,2 miliar. Dengan kurs saat ini, nilai penurunan itu setara dengan Rp16,47 triliun.
Gara-gara rupiah pula, nilai cadangan devisa likuid BI berkurang sekitar US$888,99 juta menjadi US$134,88 miliar. Bulan Oktober posisi aset likuid masih di kisaran US$135,77 miliar. Penurunan aset likuid yang tidak terlalu besar itu terbantu oleh penerbitan sukuk global senilai US$2,75 miliar oleh Pemerintah RI.
(ain)