Logo Bloomberg Technoz

Ketika ekonomi besar seperti AS kembali pulih setelah pandemi Covid-19, harga melonjak akibat permintaan yang tertahan bertemu dengan kekurangan pasokan barang. Namun, skenario serupa tidak terjadi di China. Daya beli konsumen lemah, dan krisis sektor properti telah menggerus kepercayaan diri masyarakat untuk melakukan pembelian besar.

Regulasi ketat terhadap sektor-sektor dengan gaji tinggi seperti teknologi dan keuangan telah menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemotongan gaji, yang semakin menurunkan minat masyarakat untuk berbelanja. Di sisi lain, dorongan kebijakan untuk meningkatkan produksi barang manufaktur dan teknologi tinggi justru menciptakan kelebihan pasokan di tengah permintaan yang rendah, memaksa perusahaan menurunkan harga.

Apa Dampak Buruk dari Penurunan Harga?

Harga yang lebih murah mungkin terlihat menguntungkan bagi konsumen pada awalnya, tetapi tidak selalu mendorong mereka untuk segera berbelanja. Sebaliknya, masyarakat cenderung menunda pembelian barang mahal dengan harapan harga akan turun lebih jauh. Hal ini bisa memperburuk aktivitas ekonomi, menekan pendapatan, dan memicu penurunan konsumsi yang lebih dalam, menciptakan spiral deflasi.

Deflasi juga meningkatkan tingkat bunga "riil" atau yang disesuaikan dengan inflasi di dalam perekonomian. Biaya utang yang lebih tinggi membuat perusahaan sulit untuk berinvestasi, sehingga mengurangi permintaan dan memperparah deflasi. Beberapa ekonom meyakini bahwa deflasi berbasis utang ini dapat memicu resesi atau depresi, karena masyarakat gagal membayar pinjaman mereka dan sistem perbankan menjadi terganggu.

IHK China. (Sumber: Bloomberg)

Mengapa Deflasi di China Sulit Diatasi?

China sebelumnya menanggapi deflasi dengan pelonggaran moneter yang agresif dan stimulus fiskal besar-besaran. Namun, sejak pandemi, pemerintah lebih berhati-hati dalam memberikan stimulus, khawatir utang ekonomi akan semakin menumpuk.

Pembuat kebijakan enggan kembali ke pendekatan lama seperti membangun infrastruktur besar-besaran atau menciptakan ledakan properti. Presiden Xi Jinping berkomitmen mengarahkan ekonomi ke sektor-sektor pertumbuhan baru, seperti teknologi canggih. Akibatnya, langkah-langkah stimulus relatif terbatas, membuat investor tetap pesimistis terhadap prospek ekonomi. Hal ini tercermin dari turunnya imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun ke level terendah sepanjang masa.

Para pejabat tinggi, termasuk Xi, berjanji menaikkan target defisit fiskal serta meningkatkan pinjaman dan belanja publik setelah pertemuan Central Economic Work Conference pada Desember.

Apa yang Sudah Dilakukan China, dan Apa Dampaknya?

Bank Sentral China atau People's Bank of China (PBOC) telah beberapa kali memangkas suku bunga dalam dua tahun terakhir untuk mendorong permintaan. Pejabat juga berusaha membalikkan krisis properti dengan melonggarkan pembatasan pembelian, menurunkan rasio uang muka, dan suku bunga KPR.

Bank-bank diminta memberikan lebih banyak kredit kepada pengembang properti agar mereka dapat menyelesaikan proyek yang tertunda, sementara pemerintah daerah didorong membeli apartemen tak terjual untuk dijadikan perumahan publik. Meski tidak memberikan bantuan langsung berupa uang tunai kepada konsumen, pemerintah telah mensubsidi pembelian mobil dan alat elektronik rumah tangga, serta memberikan bantuan kepada keluarga berpenghasilan rendah dan pelajar.

Pada akhir September, pemerintah meluncurkan rencana stimulus besar, termasuk program senilai US$1,4 triliun untuk membantu pemerintah daerah mengelola utang mereka. Langkah-langkah ini memang mendukung perbaikan ekonomi dalam beberapa bulan terakhir, tetapi para ekonom menilai upaya tersebut belum cukup untuk membalikkan tren deflasi, mengingat pasar perumahan tetap lemah dan kepercayaan konsumen masih rendah.

Bagaimana China Mengukur Deflasi?

Ada tiga indikator utama. Yang paling sering digunakan adalah indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. IHK melemah ke level terendah dalam lima bulan pada November. Indeks harga produsen (IHP), yang mencerminkan perubahan harga produk industri, telah berada dalam kontraksi selama lebih dari dua tahun. Selain itu, deflator PDB dihitung dari perbedaan antara pertumbuhan ekonomi nominal dan yang disesuaikan dengan inflasi, memberikan ukuran harga paling luas di seluruh ekonomi, dan saat ini berada dalam periode deflasi terpanjang abad ini.

Cara China mengukur deflasi. (Sumber: Bloomberg)

Produk Apa yang Mengalami Penurunan Harga Terbesar?

Transportasi menjadi faktor utama penurunan harga konsumen baru-baru ini, dipicu oleh turunnya harga mobil dan bahan bakar. Produsen mobil seperti BYD Co telah meminta pemasok untuk menurunkan harga, menandakan perang harga yang semakin intens di pasar otomotif China. Secara umum, sektor properti dan manufaktur mencatat kontraksi harga terdalam pada tiga kuartal pertama 2024, menurut deflator PDB sektor industri yang dihitung oleh Bloomberg. Gelembung properti yang terus berlangsung menyebabkan surplus stok perumahan, sementara dukungan pemerintah terhadap manufaktur—seperti pinjaman murah dan insentif pajak—meningkatkan pasokan barang yang kurang diminati konsumen.

Penyebab deflasi di China. (Sumber: Bloomberg)

Apa Kekhawatiran dari Rencana Tarif Trump?

Selama kampanye pemilu, Trump mengancam memberlakukan tarif 60% pada barang-barang China dan baru-baru ini berjanji menambahkan tarif 10% pada semua impor dari China segera setelah dia menjabat bulan depan. Ketidakpastian terkait perang dagang kedua ini membuat prospek pertumbuhan ekspor China tahun depan suram. Hal ini dapat memukul sektor ekspor, yang telah berkontribusi pada hampir seperempat ekspansi ekonomi China di tahun 2024. Melemahnya permintaan luar negeri juga akan mempersulit produsen menaikkan harga di dalam negeri, yang justru menambah tekanan deflasi.

Apa Artinya Bagi Investor Asing?

Investor saham di China berisiko menghadapi penurunan pendapatan perusahaan akibat deflasi. Produsen mobil premium dan merek mewah global mengalami penurunan penjualan di China karena konsumen menahan pengeluaran. Namun, pasar obligasi menjadi pemenang besar karena surat utang pemerintah berisiko rendah semakin menarik dengan ekspektasi pemotongan suku bunga agresif oleh Bank Sentral China. Di sisi lain, deflasi di China berpotensi mengurangi tekanan inflasi di ekonomi global lainnya.

(bbn)

No more pages