Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN) tengah mengkaji upaya dekarbonisasi pada penghiliran atau hilirisasi nikel.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN Vivi Yulaswati mengatakan salah satu opsi yang tengah dikaji adalah pengetatan penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara untuk smelter nikel.
“Kami bersama World Resources Institute sedang melakukan kajian dekarbonisasi hilirisasi nikel. Tentunya akan ada banyak upaya mengurangi emisi yang bisa dilakukan dari hulu ke hilir. Studi akan selesai sekitar April tahun depan,” ujar Vivi kepada Bloomberg Technoz.
Selain itu, Vivi mengatakan terdapat beberapa opsi yang tengah dikaji untuk energi alternatif yang bakal digunakan sebagai pengganti batu bara untuk smelter nikel tersebut. “Salah satunya pemanfaatan teknologi yang lebih circular dalam mengolah nikel,” ujar dia.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendorong agar pabrik pemurnian atau smelter bijih nikel berbasis RKEF yang salah satunya menghasilkan NPI, untuk beralih menggunakan EBT atau setidaknya energi gas.
Selain NPI, smelter RKEF juga menghasilkan feronikel sebagai bahan baku komoditas besi dan baja nirkarat (stainless steel). Smelter nikel RKEF membutuhkan bijih nikel kadar tinggi (saprolite) sebagai bahan bakunya.
“Smelter yang berorientasi pada turunannya cuma sampai NPI dalam rangka proses untuk menuju kita mulai selektif, syaratnya sekarang salah satu dari antaranya adalah sudah harus memakai EBT, minimal gas,” ujar Bahlil dalam agenda Green Initiative Conference 2024, Rabu (25/9/2024).
Bahlil menggarisbawahi konsekuensi investasi terhadap pembangkit EBT atau gas adalah belanja modal atau capital expenditure (capex) yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan energi berbasis fosil seperti batu bara.
Namun, hal tersebut bisa dikompensasi dengan harga produk NPI yang nantinya bakal lebih tinggi dibandingkan dengan yang diproduksi menggunakan energi berbasis fosil seperti batu bara.
“Jadi kalau dihitung secara ekonomi, itu no issue,” ujarnya.
Terkait dengan hal itu, Kementerian ESDM sudah berencana mengalihkan penggunaan energi batu bara menjadi gas pada smelter di Sulawesi. Kebijakan ini dilakukan sebagai upaya dekarbonisasi hilirisasi mineral.
(wdh)