Sekadar catatan, besaran utang pemerintah senilai Rp344,15 miliar tersebut dihitung berdasarkan rerata selisih harga keekonomian minyak goreng senilai Rp17.260/liter dengan harga jual yang ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak senilai Rp14.000/liter.
Harga jual tersebut termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Sayangnya, bahkan setelah pertemuan dengan otoritas perdagangan pada Kamis, Aprindo menyatakan tidak kunjung mendapatkan kejelasan mengenai kapan tepatnya tunggakan tersebut akan dibayarkan.
“Belum ada jawaban. Belum bisa diberikan jawaban. Prinsipnya ya sedang proses. Jadi konteksnya adalah kami menghargai proses. Hasil pertemuan ini kami tutup dengan permintaan kepastian kapan dijawab dan dibayar,” tutur Roy.
Lebih lanjut, dia mengatakan baik peritel maupun Kemendag masih menunggu hasil legal opinion dari Kejaksaan Agung. Masukan yang dinanti salah satunya mencakup keabsahan pembayaran tunggakan kepada pelaku usaha yang sudah memenuhi kewajiban penjualan minyak goreng satu harga sesuai Permendag No. 3/2022.
Menurut Roy, Kemendag menyatakan saat ini proses hukum di Kejagung masih berjalan dengan baik, meski tidak didetailkan kapan masukan dari Kejagung tersebut akan rampung dan diserahkan kepada otoritas perdagangan.
“Oke kami percaya apa yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, kembali lagi kami tegaskan dua hal kepada Kemendag bahwa; pertama, kami ingin kepastian kapan dijawab. Kedua, kami ingin kepastian bukan tidak dibayar, tetapi kepastian untuk dibayar,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berjanji pemerintah akan melunasi tunggakan Rp344,15 miliar kepada pengusaha ritel modern terkait dengan selisih harga minyak goreng dalam kebijakan satu harga yang dijalankan pada 2022 itu.
“BPDPKS mau bayar. Kan dia mau bayar kalau ada aturannya, kan. Kalau enggak, kan bisa masuk penjara. Nah kita perlu fatwa hukum. Nah itu yang diminta oleh Sekjen [Kementerian Perdagangan] ke Kejaksaan Agung. Kalau sudah ada [keputusan dari Kejagung], kita bikin surat, pasti dibayar,” ujarnya saat ditemui di kantor Kemendag, Kamis (4/5/2023).
(ibn/wdh)