Lebih lanjut, Airlangga mengatakan tidak menutup kemungkinan kesepakatan CMA ke depannya akan diperluas hingga ke negara-negara Eropa, terlebih setelah salah satu pabrik baterai di Benua Biru gulung tikar.
Eropa melihat tutupnya pabrik baterai di wilayah mereka disebabkan oleh masalah rantai pasok mineral kritis, sehingga kawasan tersebut pun menilai kerja sama di sektor mineral kritis ke depannya akan sangat penting.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan kerja sama sektor pertambangan mineral kritis antara Indonesia dengan AS dalam kerangka CMA masih berlanjut.
Rencana kerja untuk CMA bakal membuat Indonesia menjadi pemasok kebutuhan baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di AS dalam jangka panjang, yang disepakati oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Presiden AS Joe Biden pada akhir tahun lalu.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan rencana kerja untuk CMA itu merupakan urusan yang panjang dan membutuhkan kolaborasi dari beberapa negara untuk menciptakan rantai pasok (supply chain).
“Untuk jadi baterai, tidak ada yang semua mineralnya ada di satu negara, itu pasti butuh kolaborasi beberapa negara, jadi lebih ke bagaimana kolaborasi supply chain,” ujar Agus saat ditemui di kantornya, medio Juli.
Selain itu, pembahasan terkait CMA, yang merupakan perjanjian komprehensif, juga bersifat kompleks dan tidak terbatas hanya pada satu isu.
Nantinya, kata Agus, bakal terdapat kerja sama bilateral dan regional dalam lanskap CMA tersebut, sehingga bakal melibatkan banyak negara dan tidak hanya terbatas pada Indonesia dan AS
(wdh)