Logo Bloomberg Technoz

Risiko terdekat bila kondisi defisit fiskal terus berlanjut melampaui batas legal, adalah penurunan peringkat investasi. Bila peringkat investasi Indonesia turun, hal itu dapat memantik penjualan aset-aset pasar domestik terutama surat utang, hingga tingkat imbal hasil obligasi negara bisa naik tinggi.

Saat ini, Indonesia mengantongi peringkat BBB, satu tingkat di atas investment grade dengan outlook stabil dari lembaga pemeringkat global Standar & Poor (S&P). Sementara dari Moody's, Sovereign Credit Rating Indonesia ditetapkan di peringkat Baa2, satu tingkat di atas investment grade juga dengan outlook stabil.

Adapun dari Fitch Ratings telah menetapkan Peringkat Jangka Panjang Mata Uang Asing dan Lokal Issuer Default Rating (IDR) Indonesia Investment Authority (INA) 'BBB'. Juga, Peringkat Jangka Pendek Mata Uang Asing IDR 'F2'. Fitch Ratings Indonesia juga telah menetapkan Peringkat Nasional Jangka Panjang 'AAA(idn)' dan Peringkat Nasional Jangka Pendek 'F1+(idn)'. Prospek peringkat jangka panjang adalah Stabil.

Peringkat Nasional 'AAA(idn)' menunjukkan peringkat tertinggi yang diberikan oleh lembaga tersebut dalam skala Peringkat Nasionalnya untuk Indonesia. Peringkat terseut diberikan kepada penerbit atau obligasi dengan ekspektasi risiko gagal bayar terendah dibandingkan dengan semua penerbit atau obligasi lain di negara atau serikat moneter yang sama.

Defisit Bengkak

Dalam laporan kinerja keuangan negara kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, posisi APBN per November 2024 mencatat defisit, meski keseimbangan primer masih surplus.

APBN hingga akhir bulan lalu mencatat defisit sebesar Rp401,8 triliun atau 76,8% dari porsi total yang ditetapkan sepanjang tahun ini sebesar Rp522,8 triliun. Nilai defisit itu juga lebih besar dibanding Oktober yang sebesar Rp309,2 triliun, setara dengan 1,37% terhadap PDB.

"Kalau dihitung dari size-nya, angka ini [defisit per November] tercatat -1,81% terhadap PDB," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN 2024, Rabu (11/12/2024).

Adapun posisi keseimbangan primer tercatat surplus Rp47,1 triliun. "Ini sesuatu yang tetap akan kita jaga, meskipun berat karena banyak tekanan belanja cukup besar, sementara pendapatan baru mau mulai pulih kembali," tutur Sri Mulyani.

Pembengkakan defisit anggaran negara pada November tak lain karena laju belanja yang jauh melampaui laju pendapatan. Sampai November lalu, pendapatan negara mencapai Rp2.492,7 triliun, setara 89% dari target APBN 2024. Secara tahunan, nilai pendapatan negara itu hanya naik 1,3%.

Pada saat yang sama, belanja negara mencapai Rp2.894,5 triliun. Angka itu setara dengan 87% dari pagu APBN 2024. Menghitung pertumbuhan, laju belanja negara sampai November tercatat naik 15,3% dibanding periode yang sama tahun lalu. 

Kondisi defisit yang mencemaskan bisa makin membebani pasar surat utang. Beberapa waktu terakhir, yield SUN terus meningkat terutama karena sentimen bearish yang melanda pasar surat utang global. Pada Kamis sore, pergerakan yield juga meningkat di hampir semua tenor. 

Yield 2Y misalnya, kini sudah di 6,97%. Sementara tenor lebih panjang yaitu 10Y kini ada di 6,98%, nyaris tak berjarak dengan tenor pendek.

Selama November lalu, pemodal asing telah melepas kepemilikan di SUN sekitar Rp13,07 triliun. Itu menjadi kali pertama posisi net sell asing di SBN setelah enam bulan beruntun mencetak net buy.  

Sedangkan di pasar saham, investor asing juga telah melepas sekitar Rp16,81 triliun. Adapun dari instrumen bank sentral yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), asing net sell sebanyak Rp18,47 triliun, lalu dari Sekuritas Valas (SVBI) serta Sukuk Valas (SUVBI) nilai penjualan investor nonresiden mencapai Rp7,45 triliun.

Alhasil, selama November lalu, total nilai arus keluar modal asing mencapai Rp55,8 triliun. Sepanjang bulan lalu, rupiah tergerus sekitar 0,94% dengan pergerakan rata-rata di kisaran Rp15.807/US$. Rupiah sempat menyentuh level terlemah bulan lalu di posisi Rp15.930/US$.

(rui)

No more pages