Logo Bloomberg Technoz

Penundaan tersebut merupakan yang ketiga sejak September dan terjadi dengan latar belakang meningkatnya ketegangan geopolitik yang telah meningkatkan risiko pasokan dan melambatnya pertumbuhan permintaan minyak global yang dipimpin oleh China. 

Pemangkasan tersebut, paling cepat, akan dihentikan secara bertahap mulai akhir Maret 2025 hingga September 2026. Namun, keputusan OPEC+ terbaru tidak menghilangkan ketidakpastian tentang kapan pemangkasan akan benar-benar dimulai. 

“Dalam konteks ini, perkiraan kami tidak memperhitungkan kembalinya kuota produksi yang lebih tinggi hingga jadwal pemangkasan terakhir dikonfirmasi. Atas dasar itu, neraca pasar kami saat ini masih menunjukkan kelebihan pasokan sebesar 950.000 bph pada 2025,” papar IEA. 

Adapun, ketidakpastian utama untuk lintasan pasokan minyak mentah OPEC+ tetap pada tingkat kepatuhan terhadap target yang disepakati, dengan perkiraan IEA menunjukkan produksi kolektif 680.000 bph di atas target pada November.

Gedung kantor pusat OPEC di Wina, Austria./Bloomberg- Andrey Rudakov

Produksi Minyak 2025

Produksi minyak mentah OPEC+ masih dapat meningkat tahun depan jika Libya, Sudan Selatan, dan Sudan dapat mempertahankan produksi dan perluasan Tengiz Kazakhstan sebesar 260.000 bph mulai beroperasi.

Secara global, sebagian besar pertumbuhan pasokan pada 2025 akan terus didominasi oleh negara-negara non-OPEC+, dengan Amerika Serikat (AS), Brasil, Kanada, Guyana, dan Argentina menambahkan lebih dari 1,1 juta barel minyak mentah dan produksi NGL di antara mereka.

Dimulainya proyek gas Jafurah milik Saudi Aramco tahun depan juga akan meningkatkan pasokan NGL Arab Saudi.

Permintaan Minyak 2025

Sementara itu, pasar masih mencermati ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung dan dinamika pasokan OPEC+ yang terus berkembang, sehingga memunculkan pertanyaan yang lebih besar untuk prospek permintaan minyak pada 2025.

Penghentian mendadak pertumbuhan permintaan minyak China pada 2024—bersama dengan peningkatan yang jauh lebih rendah di negara-negara berkembang dan negara berkembang terkemuka lainnya seperti Nigeria, Pakistan, Indonesia, Afrika Selatan, dan Argentina — telah memiringkan konsensus ke arah prospek yang lebih lemah.

Berbeda dengan tren terkini, permintaan minyak non-OECD pada kuartal III-2024 hanya naik 320.000 bph year on year (yoy), tingkat pertumbuhan kuartalan terendah sejak puncak pandemi, sementara negara-negara OECD mencatat peningkatan 190.000 bph yoy pada kuartal yang sama.

Laju pertumbuhan permintaan minyak global yang relatif lesu diperkirakan terus berlanjut pada 2025, hanya meningkat sedikit dari 840.000 bphi pada 2024 menjadi 1,1 juta bph, dengan konsumsi keseluruhan mencapai 103,9 juta bph.

Permintaan tambahan untuk minyak mentah atau produk olahan dapat berasal dari persediaan yang tidak wajib untuk mengembalikan stok industri sesuai dengan rata-rata historis dan saat pemerintah mengisi kembali cadangan strategis.

Menjelang akhir tahun, pasar minyak tampak relatif tenang, dengan minyak mentah diperdagangkan dalam kisaran US$70—US$75 per barel.

“Namun, seperti yang telah ditunjukkan dalam beberapa tahun terakhir, guncangan pasar dapat terjadi tanpa peringatan, sehingga perhatian yang cermat terhadap keamanan minyak menjadi lebih penting dari sebelumnya,” tulis IEA.

(wdh)

No more pages