Selama ini, kata Bahlil Indonesia masih mengimpor 60% minyak dari Negeri Singa.
“Saya sampai bingung geleng-geleng kepala. Singapura enggak punya minyak, tetapi dia bisa [ekspor] ke Republik Indonesia 60%. Ini saya enggak mengerti, teorinya dari mana. Akan tetapi, ini adalah by design yang sudah mengakar,” ujarnya.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 96/2024 tentang Cadangan Penyangga Energi, pemerintah memang berencana membangun buffer stock sektor energi hingga 2035.
Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan CPE nantinya akan berupa stok BBM jenis bensin sejumlah 9,64 juta barel, LPG sebanyak 525,78 ribu metrik ton, dan minyak bumi sebesar 10,17 juta barel hingga 2035 mayoritas bakal berasal dari impor.
Menurut Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto, impor tersebut harus dilakukan karena produksi Indonesia sudah terserap untuk kebutuhan dalam negeri.
“[CPE] bisa [dari produksi] dalam negeri, bisa impor, tetapi mayoritas hitungan kita adalah impor. Seluruh produksi dalam negeri itu kita pakai untuk dalam negeri, kan kurang. Kenapa kita impor? Karena produksi dalam negeri kita kurang,” ujar Djoko saat ditemui di Jakarta, medio September.
Djoko menggarisbawahi saat ini 80% kebutuhan LPG masih berasal dari impor, sebab produksi dalam negeri hanya sebesar 2 juta ton sementara konsumsi mencapai 8 juta ton. Hal yang sama juga terjadi pada komoditas BBM jenis bensin dan minyak karena 50% kebutuhannya masih dipenuhi oleh impor.
Dengan demikian, Djoko mengamini bahwa volume impor untuk pemenuhan kuota CPE bakal menyesuaikan dengan volume impor yang selama ini dilakukan oleh Indonesia.
Anggaran Besar
Adapun, anggaran yang dibutuhkan untuk pengelolaan CPE, mulai dari fasilitas dan komoditas, mencapai Rp70 triliun.
Namun, Djoko mengatakan pemenuhan kuota CPE sebagaimana ditetapkan Peraturan Presiden No. 96/2024 bakal dipenuhi secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Skemanya, nantinya Indonesia bakal terus memenuhi stok CPE sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan ketika krisis atau darurat energi terjadi.
“Misalnya sekarang ada di 1 juta barel, kita pakai 500.000 barel, nanti kita isi lagi 500.000 barel,” ujarnya.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga pernah mengatakan pemerintah tengah mencari fasilitas penyimpanan yang bakal digunakan untuk pengelolaan CPE.
Dia tidak memungkiri pengelolaan CPE berpotensi membutuhkan anggaran yang besar. Dengan demikian, pemerintah tengah melakukan perhitungan untuk pengelolaan CPE tersebut.
“Ya kita cari tempatnya, karena kita tidak punya cadangan yang cukup sekarang. Jadi kita membuat [CPE]. Namun, itu kan mahal karena uang yang berhenti, jadi mesti dihitung berapa kira-kira yang bisa kita lakukan,” ujar Luhut saat ditemui di JCC, awal September.
(wdh)