“Pengalihan napi dan pengalihan perkara. Dihukum di Indonesia kok dialihkan ke Filipina, itu tidak boleh, harus ada dalam UU, perjanjian dulu antara pemerintah lalu dimasukkan dalam UU, itu yang disebut ratifikasi,” ujar Mahfud.
Menurut dia meskipun terdapat konvensi internasional yang memperbolehkan pemindahan narapidana, namun mengingat tidak terdapat perubahan UU dan tidak melalui persetujuan DPR, maka pemerintah dapat dianggap telah melanggar peraturan.
Selain itu, kata dia, pemindahan narapidana asing ke negara asal menyangkut kedaulatan Indonesia sebagai negara. Jika tidak terdapat kaidah hukum yang memayunginya, maka kebijakan tersebut justru berpotensi menimbulkan anggapan bahwa berbuat kejahatan di Indonesia tidak akan menjadi masalah karena dapat dipulangkan kembali ke negara asal,
“Ini persoalan kedaulatan hukum, wibawa hukum kita, oleh sebab itu menurut saya harus hati-hati,” ujar Mahfud.
Sebelumnya, Prabowo melalui Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendar memimpin sejumlah pembahasan pemulangan terpidana mati dan terpidana seumur hidup kasus penyelundupan narkoba.
Dia menyatakan, Indonesia dan Filipina telah sepakat memindahkan terpidana mati penyelundupan 2,6 kilogram heroin, Mary Jane Veloso. Pemerintah Filipina disebut sepakat untuk menjalani semua syarat yang diberikan Indonesia.
Namun, berdasarkan informasi, Mary Jane tak hanya dipulangkan ke negara asalnya. Dia juga berpotensi mendapat sejumlah keringanan; termasuk pengubahan hukuman mati menjadi penjara seumur hidup.
Usai Mary Jane, Yusril mengklaim tengah menunggu kesepakatan dengan Pemerintah Australia. Rencananya, pemerintah akan memindah lima terpidana penjara seumur hidup dari kelompok Bali Nine - terpidana penyelundupan 8,2 kilogram Heroin dari Bali ke Australia.
Dalam waktu dekat, dia juga akan memulai pembahasan pemulangan terpidana mati kasus pembuatan pabrik narkoba asal Prancis, Serge Areski Atlaoui atau Serge Atlaoui.
(azr/frg)